Search This Blog

Wednesday, 13 May 2015

Mengenai Kuasa, Surat Kuasa dan Eksepsi

1.        Definisi
Pengertian kuasa merujuk pada wewenang, jadi pemberian kuasa berarti pemberian/pelimpahan wewenang dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa, untuk mewakili kepentingannya. 
1.        2.     Kuasa Pada Umumnya
·         Pasal 1972 BW mendefiniskan pemberian kuasa adalah “suatu pesetujuan dengan mana seseorang memberikan kuasanya (wewenang) kepada orang lain , yang menerimanya untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan” 
·          Adapun sifat pemberian kuasa adalah sebagai berikut :
1.        Pemberian Kuasa terjadi dengan Cuma-Cuma, kecuali jika diperjanjikan sebaliknya;
2.        Si kuasa tidak dibolehkan melakukan Sesuatu apapun yang melampui kuasanya;
3.        Si Pemberi kuasa dapat menggugat secara langsung orang dengan siapa si kuasa telah bertindak dalam kedudukannya dalam kedudukannya dan menuntut dari padanya pemenuhan persetujuannya ;
·         Kewajiban Si Penerima Kuasa diatur dalam pasal 1800-1806 BW sedangkan Kewajiban dari Si Pemberi Kuasa itu diatur dalam Pasal 1807-1812 BW.
·         Berakhirnya Surat Kuasa diatur dalam pasal 1813-1819 BW, yaitu sebagai berikut :
1.        Ditariknya kembali kuasa si Penerima Kuasa
2.        Dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh si kuasa;
3.        Dengan Meninggal, Pengampuan, pailitnya si Pemberi Kuasa atau penerima Kuasa;
4.        Dengan Kawinnya Permpuan yang memberi kuasa atau menerima kuasa. Setelah SEMA No.1115/B/3932/M/1963 dan Undang-Undang Pokok Perkawinan No,or 1 tahun 1974, maka ketentuan tersebut tidak berlaku lagi;
5.        Pengangkatan kuasa baru untuk mengurus hal yang sama menyebabkan ditariknya kuasa pertama. 
·          Jenis Kuasa
Menurut M. Yahya Harahap, SH dikatakan ada 3 (tiga) Jenis kuasa:
·         Kuasa Umum
Kuasa Umum diatur dalam Pasal 1795 KUH Perdata, dimana kuasa umum bertujuan untuk memberi kuasa kepada seseorang untuk mengurus kepentingan pemberi kuasa mengenai pengurusan , yang disebut berharder untuk mengatur kepentingan pemberi kuasa. Dengan demikian , dari segi hukum , surat kuasa umum tidak dapat dipergunakan di depan pengadilan untuk mewakili pemberi kuasa. Sebab, sesuai dengan ketentuan Pasal 123 HIR, untuk dapat tampil di depan pengadilan sebagai wakil pemberi kuasa, Penerima Kuasa haruslah mendapat surat kuasa khusus.
·         Kuasa Khusus
Adapun pengaturan mengenai surat kuasa khusus diatur dalam pasal 1975 BW yaitu mengenai pemberian kuasa mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih. Agar bentuk kuasayang disebut dalam pasal ini sah sebagai surat kuasa khusus di depan pengadilan , kuasa tersebut harus disempurnakan terlebih dahulu dengan syarat-syarat yang disebutkan dalam pasal 123 HIR.
·         Kuasa Istimewa
Kuasa Istimewa diatur dalam pasal 1796 BW dikaitkan dengan Pasal 157 HIR atau Pasal 184 RBG
2. Dasar  Hukum
Maksud dari Kuasa Menurut Hukum bahwa Undang-Undang sendiri telah menetapkan seseorang atau suatu badan dengan sendirinya menurut hukum bertindak mewakili orang atau badan itu sendiri tanpa memerlukan surat kuasa.
·         Pasal 1 butir 5 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas  Direksi atau Pengurus Badan Hukum :
Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan  Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

·         Pasal 103 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan Perseroan atau lebih atau kepada orang lain untuk dan atas nama Perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu sebagaimana yang diuraikan dalam surat kuasa.

·         Penjelasan Pasal 103 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Yang dimaksud “kuasa” adalah kuasa khusus untuk perbuatan tertentu sebagaimana disebutkan dalam surat kuasa.
·         Pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998 Tentang Perseroan Terbatas
Direksi adalah organ PERSERO yang bertugas melaksanakan pengurusan PERSERO untuk kepentingan dan tujuan PERSERO, serta mewakili PERSERO baik di dalam maupun di luar pengadilan.
·         Pasal 123 ayat (1) HIR
1. Kuasa secara Lisan[1];
Kuasa ini dinyatakan secara lisan oleh Penggugat di hadapan Ketua Pengadilan Negeri, dan pernyataan pemberian kuasa secara lisan tersebut dinyatakan dalam catatan gugatan yang dibuat oleh Ketua Pengadilan Negeri.
2. Kuasa yang ditunjuk dalam Surat Gugatan;
Penggugat dalam surat gugatannya, dapat langsung mencantumkan dan menunjuk Kuasa Hukum yang dikehendakinya untuk mewakili dalam proses pemeriksaan perkara. Dalam praktek, cara penunjukan seperti itu tetap saja didasarkan atas Surat Kuasa Khusus yang telah dicantumkan dan dijelaskan pada surat gugatan.
3. Surat Kuasa Khusus.
Pengertian dan definisi dari Surat Kuasa Khusus tidak di atur secara jelas dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) maupun HIR, akan tetapi dapat diikhtisarkan esensi dari Surat Kuasa Khusus yaitu : (i) yang meliputi pencantuman kata-kata “Khusus” dalam surat kuasa, (ii) yang berisikan pengurusan kepentingan tertentu pemberian kuasa yang dibuat dan ditandatangani khusus untuk itu. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1795 KUH Perdata.
Berkaitan dengan pengurusan perkara perdata di pengadilan negeri oleh seorang advokat sebagai penerima kuasa, maka hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seorang Kuasa Hukum  dalam pemberian Surat Kuasa Khusus adalah :
1.          Identitas para pihaknya;
2.         Pokok dan obyek sengketanya;
3.        Wilayah kewenangan pengadilan tempat gugatan diajukan;
4.        Penyebutan kata-kata “KHUSUS” dan klausul khususnya;
5.        Hak-hak penerima Kuasa, yaitu hak substitusi dan hak retensi;
6.        Tanggal dibuatnya Kuasa Khusus;
7.        Tanda tangan para pihaknya, sebagai persetujuan.
Pasal 123 ayat (1) HIR hanya menyebutkan tentang syarat pokok saja, yaitu kuasa khusus berbentuk tertulis atau akta yang biasa disebut surat kuasa khusus. Hal inilah yang menyebabkan di masa lalu surat kuasa khusus dibuat sangat sederhana sekali karena cukup berisi pernyataan penunjukan kuasa dari pemberi kuasa yang berisikan formulasi “memberikan kuasa kepada seseorang untuk mewakili pemberi kuasa menghadap di semua pengadilan”.
Oleh karenanya, dengan berjalannya waktu diperlukan penyempurnaan yang benar-benar berciri surat kuasa khusus, yang dapat membedakannya dengan surat kuasa umum. Penyempurnaan  dan perbaikan itu, dilakukan Mahkamah Agung melalui Surat Edaran Mahkamah Agung (“SEMA”), yaitu diantaranya :
1.        SEMA Nomor 2 Tahun 1959, tanggal 19 Januari 1959;
2.        SEMA Nomor 5 Tahun 1962, tanggal 30 Juli 1962;
3.        SEMA Nomor 01 Tahun 1971, tanggal 23 Januari 1971; dan
4.        SEMA Nomor 6 Tahun 1994, tanggal 14 Oktober 1994.
·         Berdasarkan ke-4 SEMA No. 6 Tahun 1994 tersebut diatas, menyatakan :
Untuk menciptakan keseragaman dalam hal pemahaman terhadap Surat Kuasa Khusus yang diajukan oleh para pihak beperkara kepada Badan-badan Peradilan, maka dengan ini diberikan petunjuk sebagai berikut:
1.        Surat Kuasa harus bersifat khusus dan menurut Undang-undang harus dicantumkan dengan jelas bahwa surat kuasa itu hanya dipergunakan untuk keperluan tertentu, misalnya:
1.        dalam perkara perdata harus dengan jelas disebut antara A sebagai Penggugat dan B sebagai Tergugat, misalnya dalam perkara waris atau hutang piutang tertentu dan sebagainya.
2.        Dalam perkara pidana harus dengan jelas menyebut Pasal-pasal KUHAP yang
didakwakan kepada terdakwa yang ditunjuk dengan lengkap.
1.          Apabila dalam surat kuasa khusus tersebut telah disebutkan bahwa kuasa tersebut mencakup pula pemeriksaan dalam tingkat banding dan kasasi, maka surat kuasa khusus tersebut tetap sah berlaku hingga pemeriksaan dalam kasasi, tanpa diperlukan suatu surat khusus yang baru.
2.        Jenis Eksepsi
Pasal 136 HIR mengindikasikan adanya beberapa jenis eksepsi. Sebagian besar diantaranya bersumber dari ketentuan pasal perundang-undangan tertentu.
1.        a.      Eksepsi nebis in indem ditarik dan dikonstruksikan dari pasal 1917 KUH Perdata. Eksepsi dari surat kuasa khusus yang tidak memenuhi syarat, bertitik tolak dari pasal 123 ayat (1) HIR, dan sebagainya.
2.        b.     Eksepsi Prosesual (Processuele Exceptie) yaitu eksepsi yang berkenaan dengan syarat formil gugatan. Apabila gugatan yang diajukan mengandung cacat formil maka gugatan yang diajukan tidak sah, dengan demikian harus dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Onvantkelijke verklaard). Secara garis besar eksepsi prosesual dapat dibagi kepada dua bagian :
3.        c.      Eksepsi Tidak Berwenang Mengadili yang sebelumnya telah dijelaskan dan dapat diklasifikasikan, eksepsi karena pengadilan tidak berwenang secara Absolut dan eksespsi karena pengadilan tidak berwenang secara Relatif. Dan untuk eksepsi kewenangan relatif pengadilan berkaitan langsung dengan pasal 118 HIR dan Pasal 99 Rv.
Berdasarkan ketetuan tersebut telah digariskan cara menentukan kewenangan relatif PN berdasarkan patokan : (actor sequitor forumrer), (actor sequitor forumrer dengan hak opsi), (actor sequitor forumrer tanpa hak opsi), tempat tinggal tergugat, forum rei sitaeforum rei sitae dengan hak opsi, dan domisili pilihan. 
Lebih lanjut dibawah ini dibahas mengenai eksepsi prosesual diluar eksepsi kompetensi. Eksepsi ini terdiri dari berbagai bentuk atau jenis dan yang paling sering ditemukan dalam praktek antara lain :
1.        d.     Eksepsi Surat Kuasa Khusus Tidak Sah[2], dalam hal ini dapat diajukan berbagai bentuk eksepsi, antara lain karena surat Kuasa bersifat umum, hal ini dapat menjadi bagian eksepsi karena untuk berperkara dipengadilan harus menggunakan surat kuasa khusus sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 123 HIR.
Kemudian eksepsi karena surat kuasa tidak memenuhi syarat formil sebagaimana yang telah ditentukan oleh pasal 123 HIR dan SEMA No. 1 tahun 1971 (23 januari 1971) jo. SEMA No. 6 tahun 1994 (14 Oktober 1994). Dan eksepsi karena surat kuasa dibuat oleh orang yang tidak berwenang misalnya surat kuasa yang diberikan oleh komisaris perseroan, padahal menurut UU No 40 tahun 2007 tentang perseroan yang dapat mewakili perseroan didalam maupun diluar peradilan adalah direksi.



No comments:

Post a Comment