Search This Blog

Wednesday, 13 May 2015

Conflict of Interest dalam Pasar Modal

Pasar modal merupakan bagian dari pasar keuangan. Pasar keuangan meliputi pasar uang (money market); pasar modal (capital market); dan lembaya pembiayaan lainnya. Pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar yang memperjualbelikan berbagai instrument keuangan (sekuritas) jangka panjang, baik dala, bentuk utang maupun modal sendiri yang diterbitkan oleh perusahaan swasta.[1]
Secara umum alasan pembentukan pasar modal adalah Karena lembaga ini mampu menjalankan fungsi ekonomi dan keuangan. Dalam menjalankan fungsi ekonominya, pasar modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari lender (pemilik dana) ke borrower (penerima dana) dengan menginvestasikan kelebihan dana yang dimiliki pemberi dana (lenders) dengan mengharapkan akan mendapatkan imbalan dari penyertaan dana tersebut. Sedangkan dari sisi kepentingan borrowers, dengan tersedianya dana dari pihak luar memungkinkan perusahaan tersebut melakukan pengembangan kegiatan bisnis tanpa harus menunggu dana dari hasil produksi perusahaan. Fungsi ini juga sebenarnya dilakukan oleh lembaga keuangan lainnya, perbankan. Tetapi ada perbedaannya, dana yang diperoleh dari pasar modal akan dimasukkan sebagai modal, sedangkan dana dari perbankan adalah dana passive (utang) yang akan jatuh tempo dalam waktu yang ditentukan. Sedangkan penyertaan (dana) melalui pasar modal berjangka panjang (lebih dari satu tahun).[2]
Transaksi yang mengandung benturan kepentingan adalah suatu transaksi dimana kepentingan-kepentingan ekonomis perusahaan berbenturan dengan kepentingan ekonomis pribadi direksi atau komisaris atau juga pemegang saham utama dari perusahaan tersebut. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, suatu perusahaan seringkali melakukan berbagai transaksi guna mencapai keuntungan yang maksimal.
Adakalanya transaksi-transaksi yang dibuatnya tersebut dilakukan dengan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap perusahaan, namun di sisi lain pihak tersebut juga memiliki kepentingan pribadi atas berlangsungnya transaksi-transaksi tersebut, misalnya transaksi yang dilakukan oleh perusahaan dengan direktur, atau dengan komisaris, atau dengan pemegang saham utama perusahaan tersebut.
Dalam hal demikian, maka transaksi-transaksi yang dilakukan perusahaan dengan pihak-pihak: direktur, komisaris, pemegang saham utama atau pihak terafiliasi lainnya, adalah suatu transaksi yang mengandung benturan kepentingan. Dengan kekuasaannya direksi dapat mengambil keputusan untuk bertransaksi demi kepentingannya atau kepentingan pihak lain, bukan demi perseroan. Hal yang demikian tentu saja melanggar prinsip fiduciary duty yang melekat di pundak pengurus perseroan. Keterbukaan sangat diperlukan atas transaksi-transaksi yang mungkin mengandung suatu conflict of interest.
Untuk menciptakan pasar modal yang baik, besar dan diperhitungkan maka pasar modal tersebut harus dapat melindungi kepentingan para pihak yang terlibat didalamnya. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (UU Pasar Modal) merupakan landasan hukum pasar modal di Indonesia yang memberikan perlindungan hukum bagi para pihak yang terlibat didalamnya.  Untuk kepentingan investor, UU Pasar Modal mengharuskan emiten untuk melaksanakan prinsip keterbukaan. Sebaliknya juga demikian UU Pasar Modal juga memberikan perlindungan kepada emiten.
Kepentingan antara emiten dengan investor seringkali menimbulkan pertentangan (conflict of interest). Untuk itu dituntut adanya keseimbangan diantara dua kepentingan tersebut. Keseimbangan ini tercermin didalam prinsip yuridis yang menyatakan bahwa suatu keterbukaan (disclosure) dalam pasar modal tidak semata-mata “full”tetapi juga harus “fair”. Hal ini dikenal dengan istilah full and fairdisclosure.[3]
Emiten berkewajiban untuk melaksanakan keterbukaan ketika emiten akan melakukan penawaran umum maupun setelah perusahaannya tercatat di bursa. Pada saat hendak melakukan go public, maka emiten akan menyampaikan informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan mengenai kondisi dan keadaan emiten dalam suatu dokumen yang disebut prospectus. Setelah emiten masuk dan tercatat didalam bursa, maka emiten tetap berkewajiban untuk memberikan laporan secara rutin kepada Badan Pengawas Pasar Modal (Bappepam) dan Bursa efek.
Adanya kebutuhan modal dari emiten, serta adanya keinginan yang hendak dicapai oleh investor membuat keberadaan informasi yang diberikan oleh emiten didalam propektus menjadi sangat penting. Prospektus seharusnya dibuat sesuai dengan kondisi emiten dan bukan sebagai alat promosi saja, tetapi saat ini banyak yang menganggap bahwa emiten yang go public di pasar modal banyak yang menyediakan prospektus yang tidak layak, yaitu hanya untuk[4]:
1.        Sekedar untuk memenuhi kewajiban yuridis yang terbit dari peraturan-peraturan yang ada
2.        Sekedar untuk mengangkat image perusahaan (self congralatory prospectus)
3.        Sekedar iklan bagi perusahaan (emiten) untuk membuat saham-sahamnya menjadi laku di pasar modal, tidak ubahnya seperti fungsi-fungsi iklan di media massa
Hasan zein mahmud berpendapat bahwa apabila ternyata terdapat bukti penyelewengan atau manipulasi prospektus maka investor dapat melaporkannya kepada pihak yang berwajib. Investor sebagai pemegang saham publik dapat menuntut melalui jalur hukum apabila emiten tersebut tidak benar mengelola manajemen perusahaan atau tidak memberikan informasi secara transparan.[5]
Prosedur untuk melaksanakan transaksi yang mengandung Benturan Kepentingan diatur dalam Peraturan Bapepam dan LK No. IX.E.1 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu. Peraturan ini mendefinisikan Benturan Kepentingan sebagai perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau pemegang saham utama yang dapat merugikan perusahaan dimaksud.
1.        I.            PENGERTIAN BENTURAN KEPENTINGAN (CONFLICT OF INTEREST)
Menurut Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1 menyatakan pengertian benturan kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi anggtoa direksi, anggota komisaris, atau pemegang saham utama yang dapat merugikan Perusahaan dimaksud.[6]
Ada beberapa unsur yang harus dipenuhi untuk dapat dikatakan adanya benturan kepentingan[7]
1.        Adanya transaksi, yaitu suatu aktivitas atau kontrak dalam rangka memberikan dan/atau mendapat pinjaman, memp[eroleh, melepaskan, atau menggunakan aktiva, jasa, atau efek suatu perusahaan atau perusahaan terkendali, atau mengadakan kontrak sehubungan dengan aktivitas tersebut.
2.        Adanya benturan kepentingan.
3.        Benturan kepentingan tersebut adalah antara perusahaan dengan komisaris atau direktur atau pemegang saham utama.
4.        Kepentingan yang berbenturan alah kepentingan ekonomis.
5.        Transaksi tersebut berpeluang merugikan perusahaan.

Dalam peraturan Nomor IX.E.1 disebutkan juga transaksi-transaksi yang dikecualikan dari ketentuan mengenai benturan kepentingan, antara lain[8]:
1.        Penggunaan setiap fasilitas yang diberikan oleh perusahaan atau Perusahaan Terkendali kepada anggota Komisaris, anggota Direksi, dan/atau pemegang saham utama dalam hal pemegang saham utama juga menjabat sebagai Karyawan, dan fasilitas tersebut langsung berhubungan dengan tanggung jawab mereka terhadap Perusahaan dan sesuai dengan kebijakan Perusahaan, serta telah disetujui RUPS.
2.        Transaksi antara Perusahaan, baik dengan karyawan, anggota Direksi, atau anggota Komisaris Perusahaan Terkendali, atau transaksi antara Perusahaan terkendali, baik dengan Karyawan, anggota Direksi, anggota Komisaris Perusahaan Terkendali tersebut, maupun dengan Karywan, Direksi, atau anggota Komisaris Perusahaan dengan persyaratan yang sama, sepanjang hal tersebut telah disetujui RUPS. Dalam Transaksi tersebut termasuk pula manfaat yang diberikan oleh Perusahaan atau Perusahaan Terkendali kepada semua Karyawan, Direksi, Komisaris dengan persyaratan yang sama, menurut kebijakan yang ditetapkan Perusahaan.
3.        Imbalan, termasuk gaji, iuran dana pension, dan/atau manfaat khusus yang diberikan kepada anggota Komisaris, Direksi, dan pemegang saham utama yang juga sebagai Karyawan, jika jumlah secara keseluruhan dari imbalan tersebut diungkapkan dalam laporan keuangan berkala.
4.        Transaksi berkelanjutan yang dilakukan sesudah Perusahaan melakukan Penawaran Umum atau setelah pernyataan pendaftaran sebagai Perusahaan Publik menjadi efektif, denga persyaratan:
–          Transaksi awal yang mendasari Transaksi selanjutnya telah memenuhi Peraturan ini.
–          Syarat dan kondisi Transaksi tidak mengalami perubahan yang dapat merugikan Perusahaan.
5.        Transaksi dengan nilai Transaksi tidak melebihi 0.5% (nol koma lima pesen) dari modal disetor Perusahan dan tidak melebihi jumlah Rp.5.000.000.000,- (Lima Miliar Rupiah);
6.        Transaksi yang dilakukan oleh Perusahaan sebagai pelaksanaan peraturan perundangan-undangan atau putusan pengadilan.
7.        Transaksi antara Perusahaan dengan Perusahaan Terkendali yang saham atau modalnya dimiliki paling kurang 99% (Sembilan puluh Sembilan persen) atau antara sesame Perusahaan Terkendali yang saham atau modalnya dimiliki paling kurang 99% (Sembilan puluh Sembilan persen) oleh perusahaan dimaksud.

1.        II.            Dalam hal Benturan Kepentingan, hal yang harus diperhatikan adalah[9]:
1.        Pengungkapan Benturan Kepentingan. Anggota harus mengungkapkan secara lengkap semua hal yang mungkin berpengaruh terhadap independensi dan obyektivitas anggota atau mungkin mengganggu kewajiban anggota kepada klien dan perusahaan. Anggota harus memastikan bahwa pengungkapan tersebut dikomunikasikan secara jelas, lugas, dan efektif.
2.        Prioritas Transaksi. Transaksi investasi untuk klien dan perusahaan harus diprioritaskan di atas transaksi investasi pribadi milik anggota.
3.        Imbalan referens. Anggota harus mengungkapkan kepada perusahaan dank lien/calon klien, semua imbalan atau keuntungan yang diterima dari, atau dibayarkan kepada orang lain atas pemberian referensi suatu produk atau jasa.

1.        III.            Modus Transaksi Benturan Kepentingan Tertentu
Sejumlah modus transaksi yang dapat dikategorikan sebagai transaksi yang mengandung benturan kepentingan menurut Peraturan Nomor IX.E.1 adalah perusahaan publik atau emiten :
1.        Penggabungan usaha, pembelian saham, peleburan usaha, atau pembentukan usaha patungan.
2.        Perolehan kontrak penting.
3.        Pembelian atau kerugian penjualan aktiva yang material.
4.        Pengajuan tawaran untuk pembelian efek perusahaan lain.
5.        Memberi pinjaman kepada perusahaan lain dimana direktur, komisaris, pemegang saham utama atau perusahaan terkendali dari perusahaan publik menjabat pula sebagai pemegang saham, direktur, komisaris.
6.        Memperoleh pinjaman dari perusahaan lain dimana pemegang sahamutama, direktur, atau komisaris dari perusahaan publik merupakan pemegang saham atau direktur atau komisaris.
7.        Melepaskan aktiva perusahaan publik kepada perusahaan lain dimana pemegang saham utama, direktur, komisaris menjadi pemegang saham, direktur, atau komisaris.
8.        Mengalihkan aktiva perusahaan publik kepada pihak lain yang mana turut berperan dalam transaksi tersebut pemegang saham utama, komisaris, atau direksi
dari perusahaan publik atau emiten.
9.        Memakai jasa perusahaan dimana pemegang saham utama, direktur, komisaris dari perusahaan publik menjadi pemegang saham, direktur, atau komisaris.
10.     Membeli saham perseroan lain dimana pemegang saham utama, komisaris, atau direksi menjadi pemegang saham atau anggota direksi atau komisaris.
11.     Melakukan penyertaan pada perusahaan lain. Perusahaan publik melakukan penyertaan pada perusahaan lain yang mana pemegang saham utama, direksi, atau komisaris menjadi pemegang saham, komisaris, atau direksi pula pada perusahaan yang menerima penyertaan.
12.     Menggunakan fasilitas pada perusahaan publik oleh perusahaan lain baik afiliasi ataupun bukan. Perusahaan publik memberikan jasa penggunaan fasilitas kepada perusahaan yang mana pemegang saham utama, komisaris, dan direksi menjadi pemegang saham atau menjadi anggota komisaris atau direksi dari perusahaan yang mempergunakan fasilitas tersebut.
13.     Perusahaan menggunakan fasilitas perusahaan lain oleh perusahaan publik. Perusahaan publik mempergunakan fasilitas perusahaan lain yang mana pemegang saham utama, komisaris, atau direksi perusahaan publik merupakan pemegang saham atau direksi atau komisaris dari pemberi fasilitas.
14.     Dan transaksi lain yang berindikasikan adanya benturan kepentingan[10].

1.        IV.            Tanggung Jawab Perseroan Dan Pengurus Atas Benturan Kepentingan Tertentu

Transaksi yang mengandung benturan kepentingan adalah transaksi yang mengandung perbedaan kepentingan ekonomis antara perusahaan di satu pihak dengan pihak direksi, komisaris, atau pemegang saham di lain pihak. Transaksi yang demikian mungkin dilakukan atau difasilitasi oleh direksi berdasarkan kekuasaannya.
Dengan kekuasaannya direksi dapat mengambil keputusan untuk bertransaksi demi kepentingannya atau kepentingan pihak lain, bukan demi perseroan. Untuk itu Bapepam mengharuskan persetujuan mayoritas pemegang saham independen. Jika transaksi tersebut dilakukan tanpa memenuhi persyaratan tersebut, maka tindakan direksi dan komisaris dianggap sebagai tindakan di luar kewenangannya (ultra vires). Dengan demikian, tindakan direksi dan komisaris bertentangan dengan UUPT Pasal 85 ayat 1 dan Pasal 98.
Pihak yang menyebabkan terjadinya transaksi tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban. Bapepam berwenang mengenakan sanksi kepada pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran tersebut (angka 13). Pihak yang dimaksud di sini adalah direksi dan komisaris perusahaan. Sanksi yang dapat dikenakan adalah sanksi peringatan tertulis dan denda (UUPM Pasal 102 ayat 2 huruf a,b).
Tindakan Bapepam meminta pertanggunggjawaban kepada perusahaan dan pengurus mengacu kepada UUPT Pasal 85 ayat 2 jo. UUPM Pasal 102 ayat 1. Dengan begitu pengurus perseroan tidak dapat mengelakkan tanggung jawabnya dan mengalihkan tanngung jawab kepada perseroan. Karena UUPT memberikan kemungkinan untuk meminta pertanggungjawaban dari pengurus perseroan atas kesalahan dan kelalaiannya dalam memjalankan perseroan.
Dengan dimungkinkannya direksi dan komisaris terkena sanksi dalam Peraturan IX.E.1 diharapkan pengelolaan perusahaan publik kian baik. Dengan begitu pasar modal menjadi tempat yang aman dan menarik bagi masyarakat untuk menanamkan uangnya.[11]

1.        V.            Sanksi Atas Pelanggaran Terhadap Ketentuan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu
Jenis sanksi untuk pelanggaran ketentuan transaksi yang mengandung benturan kepentingan adalah sanksi administratif. Sanksi untuk pelanggaran terhadap ketentuan mengenai transaksi yang mengandung benturan kepentingan menurut UUPM Pasal 102, yaitu :
–          peringatan tertulis;
–          denda atau kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
–          pembatasan kegiatan usaha;
–          pembekuan kegiatan usaha;
–          pencabutan izin usaha;
–          pembatalan persetujuan;
–          pembatalan pendaftaran;
–          sanksi lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Sedangkan ketentuan mengenai sanksi denda diatur dalam UUPM Pasal 102 jo. PP Nomor 45 Tahun 1995 Pasal 64 dan Pasal 65. PP Nomor 45 Tahun 1995 Pasal 65 ini memberikan landasan hukum kepada Bapepam untuk menjatuhkan sanksi denda kepada pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab dan terbukti bersalah atas terjadinya transaksi yang mempunyai benturan kepentingan yang melanggar peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Jumlah sanksi denda untuk transaksi yang mengandung benturan kepentingan ditentukan dalam PP Nomor 45 Tahun 1995 Pasal 65, yaitu denda sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) kepada orang perorangan yang terbukti bersalah melanggar ketentuan mengenai transaksi yang mempunyai benturan kepentingan. Untuk pihak yang bukan orang perorangan, dikenakan jumlah denda yang lebih besar lagi, yaitu Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).




[1] M.Irsan Nasarudin, S.H. et al., Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia(Jakarta : Kencana, 2008), hlm 13

[2] Ibid.
[3] Munir Fuady,  Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996), hlm 78
[4] Ibid, hlm 81
[5] Investor publikpun gigit jari, Investor No.1 – Oktober 1998, hlm 21
[6] Badan Pengawas Pasar Modal dan  Lembaga  Keuangan
[7] Munir Fuady, Op.Cit., hal. 190-191

[8] Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Op.Cit, Angka 3 huruf c.

[9] Abi Hurairah Moechdie dan Haryajid Ramelan., hal 472
[10] M.Irsan Nasarudin, S.H. et al., Aspek Hukum Pasar Modal. Opcit. Hal 247
[11] Ibid hal 253-254


No comments:

Post a Comment