BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Tanah
merupakan sumber daya alam yang dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada
bangsa Indonesia sebagai kekayaan nasional dalam menyelenggarakan seluruh
aktifitas kehidupan rakyat dan memiliki peranan penting bagi keberlangsungan
hidup manusia. Demi menjamin kepastian hukum atas tanah tersebut maka
pemerintah berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan kebijakan di
bidang pertanahan di Indonesia yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Pendaftaran
tanah di Indonesia diatur di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya ditulis PP No.24
Tahun 1997). Pasal 1 angka 1 peraturan tersebut merumuskan mengenai pengertian
pendaftaran yakni :
suatu
kegiatan yang dilakukan oeh pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan
dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta
pemeliharan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai
bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat
anda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan Hak Milik
atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 PP No. 24 Tahun 1997 tersebut,
dijelaskan bahwa pendaftaran tanah merupakan salah satu sarana bagi pemerintah
untuk melakukan pendataan atas suatu hak atas tanah. Pendataan ini wajib
dilakukan untuk menjamin kepastian kepemilikannya dan tidak menjadi tanah
terlantar. Pendaftaran tanah juga berguna untuk menghindari terjadinya
kekacauan dalam hal penguasaan hak atas tanah serta memberikan perlindungan
hukum bagi yang memiliki dan/atau menguasainya berupa pengakuan dari negara.
Dalam
Pasal 19 ayat (1) UUPA ditentukan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh
Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan
ketentuan di atas pendaftaran tanah menjamin kepastian hukum yang meliputi
kepastian mengenai subjek, objek dan hak atas tanah. Untuk itu pemerintah wajib
melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia. Tujuan pendaftaran tanah
diatur lebih lanjut dalam Pasal 3 PP No. 24 Tahun 1997 yang menyatakan:
Pendaftaran
tanah bertujuan:
1. untuk memberikan kepastian hukum
dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan
rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan
dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;
2. untuk menyediakan informasi kepada
pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar; untuk terselengaranya tertib
administrasi pertanahan.”
Tujuan
pendaftaran tanah berdasarkan ketentuan di atas adalah menjamin kepastian
hukum. Kepastian hukum yang dimaksud meliputi kepastian hukum dan memberikan
perlindungan hukum. Perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah
diwujudkan dalam hal penerbitan sertipikat hak atas tanah. Pendaftaran tanah
juga bertujuan untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan termasuk pemerintah dan terselenggaranya tertib administrasi
pertanahan. Tertib administrasi pertanahan merupakan salah satu tertib dari
catur tertib pertanahan yang meliputi tertib hukum pertanahan, tertib
administrasi pertanahan, tertib penggunaan tanah dan tertib pemeliharaan tanah
dan lingkungan hidup. Tertib administrasi pertanahan adalah upaya memperlancar
setiap usaha dari masyarakat yang menyangkut tanah terutama dengan pembangunan
yang memerlukan sumber informasi bagi yang memerlukan tanah sebagai sumber
daya, uang dan modal. Menciptakan suasana pelayanan di bidang pertanahan agar
lancar, tertib, murah, cepat dan tidak berbelit-belit dengan berdasarkan
pelayanan umum yang adil dan merata.
Di
dalam Pasal 11 PP No.24 Tahun 1997, dinyatakan bahwa pelaksanaan pendaftaran
tanah dibagi menjadi 2 (dua), antara lain:
a.
Pendaftaran tanah untuk pertama kali (initial
registration)[1]ntara lain:
Merupakan
kegiatan pendaftaran yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum
terdaftar. Pendaftaran tanah untuk pertama kalinya dilaksanakan melalui pendaftaran
tanah secara sistematik dan secara sporadik. Pendaftaran tanah secara
sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan
secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar
dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.[2] Kegiatan pendaftaran tanah sistematik
dilaksanakan berdasarkan rencana kerja dan wilayah yang ditetapkan Menteri.
Jika tidak termasuk dalam rencana kerja dan wilayah yang ditetapkan Menteri
maka pendaftaran tanahnya dapat dilakukan secara sporadik.
Pendaftaran
tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali
mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian
wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massa.[3]
Kegiatan pendaftaran ini diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan
kepemilikan tanah tersebut, berbeda dengan Pendaftaran Tanah Sistematik yang
berjalan berdasarkan rencana kerja Menteri. Kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kali meliputi:[4]
1. pengumpulan
dan pengolahan data fisik,.
2. pembuktian
hak dan pembukuannya,.
3. penerbitan
sertifikat,.
4. penyajian
data fisik dan data yuridis;
5. penyimpanan
daftar umum dan dokumen.
b.
Pemeliharaan data tanah (maintenance)[5]
Kegiatan
ini adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data
yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, daftar surat ukur,
buku tanah, dan sertifikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian.
Berdasarkan
Pasal 36 PP No. 24 Tahun 1997, pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan
apabila terjadi perubahan pada data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran
tanah yang telah terdaftar. Perubahan fisik terjadi kalau diadakan pemisahan,
pemecahan, atau penggabungan bidang-bidang tanah yang sudah didaftar. Perubahan
data yuridis terjadi misalnya jika diadakan pembebanan atau pemindahan hak atas
bidang tanah yang sudah didaftar. Pemegang hak yang bersangkutan wajib
mendaftarkan perubahan data fisik atau data yuridis tersebut kepada Kantor
Pertanahan dan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah.
Kegiatan
pemeliharaan data pendaftaran tanah, terdiri atas:[6]
a.
Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak.
1. pemindahan
hak;
2. pemindahan
hak dengan lelang;
3. peralihan
hak karena pewarisan;
4. peralihan
hak karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi;
5. pembebanan
hak;
6. penolakan
pendaftaran peralihan dan pembebanan hak.
b. Pendaftaran
perubahan data pendaftaran tanah lainnya, meliputi:
1. perpanjangan
jangka waktu hak atas tanah;
2. pemecahan,
pemisahan, dan penggabungan bidang tanah
3. pembagian
hak bersama;
4. hapusnya
hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun
5. peralihan
dan hapusnya hak tanggungan;
6. perubahan
data pendaftaran tanah berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan;
7. perubahan
nama.
Peralihan
hak atas tanah, yang dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, hibah,
pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali
pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan
akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang.[7]
Dengan demikian berarti setiap pemindahan hak, yang dilakukan dalam bentuk jual
beli, tukar menukar atau hibah serta pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan
hukum pemindahan hak lainnya harus dibuat di hadapan PPAT. Pemindahan hak ini
dalam konsepsi hukum adat adalah suatu perbuatan hukum yang bersifat terang dan
tunai. Dengan terang dimaksudkan bahwa perbuatan hukum tersebut harus dibuat di
hadapan pejabat yang berwenang yang menyaksikan dilaksanakan atau dibuatnya
perbuatan hukum tersebut. Sedangkan dengan tunai diartikan bahwa dengan
selesainya perbuatan hukum dihadapan PPAT berarti pula selesainya tindakan
hukum yang dilakukan dengan segala akibat hukumnya. Ini berarti perbuatan hukum
tersebut tidak dapat dibatalkan kembali, kecuali terdapat cacat cela secara
substansi mengenai hak atas tanah (hak milik) yang dialihkan tersebut, atau
cacat mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak atas bidang tanah tersebut.
Perbuatan
hukum pemindahan hak melalui bentuk pemasukkan dalam perusahaan dan melalui
penggabungan atau peleburan perseroan dan koperasi harus diikuti dengan
pembuatan akta-akta yang diperlukan, sebagimana telah diatur secara khusus
mengenai hal tersebut. Sebagaimana
disebutkan di atas bahwa
dalam perolehan hak atas tanah,
khususnya dalam peralihan hak, harus dibuktikan perbuatan
hukumnya dengan akta
otentik yang diperbuat oleh dan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Berdasarkan
uraian diatas tersebut, maka tim penulis tertarik melakukan Penulisan Makalah
dengan judul “Kegiatan Pendaftaran Tanah Melalui Pemeliharaan Data Yuridis
Sehubungan Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Pemasukkan Dalam Perusahaan
(Inbreng) dan Melalui Penggabungan atau Peleburan Perseroan dan/atau Koperasi.”
1.2
Pokok
Permasalahan
Sehubungan dengan uraian di atas, pokok
permasalahan yang dirumuskan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
mekanisme perubahan data yuridis sehubungan dengan dilakukannya pemasukkan
dalam perusahaan (inbreng) dan penggabungan atau peleburan perseroan atau
koperasi?
2. Bagaimana
pemeliharaan data yuridis sehubungan dengan dilakukannya pemasukkan dalam
perusahaan (inbreng) dan penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi
oleh Kantor Pertanahan?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Tugas Pokok dan Wewenang Pejabat Pembuat
Akta Tanah dalam Kegiatan Pemeliharaan
Data Yuridis sehubungan Peralihan Hak Atas Tanah
Sebagaimana dalam pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 37
Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya ditulis PP No. 37
Tahun 1998), dijelaskan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya
ditulis PPAT) adalah:
“Pejabat
umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan
hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun”
PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan
untuk membuat akta- akta otentik
mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah. Terdapat 2
(dua) PPAT yang dikenal dalam masyarakat yaitu PPAT sementara dan PPAT khusus.
PPAT Sementara adalah pejabat
Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan
tugas PPAT dengan membuat
akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat
PPAT (biasanya yang diangkat adalah Camat dan dalam hal tertentu dapat
diangkat Kepala Desa). Sedangkan
PPAT Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena
jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta tertentu, khusus
dalam rangka pelaksanaan program atau tugas Pemerintah tertentu.
Tugas
pokok PPAT menurut pasal 2 ayat (1) PP
No. 37 tahun 1998 adalah membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan
Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data
pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Pasal 2 ayat (2) PP 37/1998 selanjutnya
menjelaskan perbuatan hukum tertentu dalam Pasal 2 ayat (1) tersebut, yaitu :
Jual beli, Tukar menukar, Hibah, Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng),
Pembagian hak bersama, Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak
Milik, Pemberian Hak Tanggungan, dan Pemberian kuasa membebankan Hak
Tanggungan. Jadi, untuk transaksi pertanahan untuk didaftarkan, harus dilakukan
dengan akta PPAT.
Dalam PP No. 24/1997 menyatakan bahwa peralihan hak
atas tanah atau perbuatan hukum pemindahan hak lainya hanya dapat didaftarkan
jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Hal ini membawa konsekuensi
logis bahwa perjanjian yang bermaksud untuk memindahkan hak atas tanah tidak
hanya dan tidak harus dibuktikan dengan akta PPAT. Sehingga semua akta otentik
maupun surat di bawah tangan mengenai pemindahan hak atas tanah diakui
eksistensinya. Sehingga apabila seorang notaris membuat akta tentang pemindahan
hak atas tanah ataupun para pihak membuat surat perjanjian pemindahan hak di
bawah tangan, hal tersebut sah-sah saja dengan catatan bahwa akta atau pun
surat tersebut berlaku untuk kepentingan para pihak saja, karena akta tersebut
tidak dapat dijadikan sebagai dasar pencatatan perubahan data yuridis
pendaftaran tanah.
Pencatatan perubahan data yuridis ini dimaksudkan
untuk memenuhi asas publisitas yang akan melindungi kepentingan pihak ketiga.
Jadi sepanjang untuk kepentingan dasar perubahan pendaftaran tanah, maka
perjanjian pemindahan hak atas tanah tersebut harus dibuat dalam bentuk akta
otentik oleh PPAT.
Pembuatan
Akta Peralihan Hak Atas Tanah oleh PPAT meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Blanko dan Tempat Pembuatan Akta Peralihan Hak
a. Blangko Akta
PPAT
o Akta PPAT dibuat dengan mengisi blanko akta
yang tersedia secara lengkap sesuai dengan petunjuk pengisiannya.
§ Pengisian
blanko akta dalam rangka pembuatan akta PPAT, harus dilakukan sesuai dengan
kejadian, status dan data yang benar dan didukung oleh dokumen yang menurut
pengetahuan PPAT yang bersangkutan adalah benar.
§ Akta PPAT
dibuat sebanyak 2 (dua) lembar asli, satu lembar disimpan di kantor PPAT dan
satu lembar disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan untuk keperluan
pendaftaran, sedangkan kepada pihak-pihak yang bersangkutan diberikan
salinannya.
§ Apabila
akta sudah selesai dibuat, maka satu rangkap akta asli beserta dokumen-dokumen
pendukung tersebut disampaikan ke Kantor Pertanahan untuk didaftarkan
pemindahan haknya setelah dibuatkan oleh pengantar oleh PPAT. Penyampaian akta ini
harus dilakukan oleh PPAT selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak
ditandatanganinya akta yang bersangkutan.
§ Salinan
surat pengantar PPAT yang telah dibubuhi tanda terima petugas Kantor Pertanahan
harus disampaikan oleh PPAT kepada calon penerima hak sehingga ia mengetahui
bahwa berkas pemindahan hak atas tanahnya telah disampaikan.
b. Tempat
Pembuatan Akta PPAT
- PPAT melaksanakan tugas pembuatan
akta PPAT di kantornya dengan dihadiri oleh para pihak dalam perbuatan hukum
yang bersangkutan atau kuasanya sesuai ketentuan yang berlaku.
- PPAT dapat membuat akta di luar
kantornya hanya apabila salah sau pihak dalam perbuatan hukum atau kuasanya
yang sesuai ketentuan yang berlaku harus hadir tidak dapat datang di kantor
PPAT karena alasan yang sah, dengan ketentuan bahwa para pihak harus hadir
dihadapan PPAT ditempat pembuatan akta tersebut.
2.
Materi Pembuatan Akta Peralihan Hak
Secara
teknis terdapat hal-hal yang harus diperhatikan oleh PPAT dalam pembuatan akta
pemindahan hak atas tanah, antara lain yang berkaitan dengan :
a. Subyek,
antara lain meliputi :
· Para pihak
harus tidak ada hubungan keluarga dengan
PPAT, baik sedarah/semenda dalam garis lurus tanpa pembatas dan kesamping
sampai derajat kedua, baik bertindak sendiri atau melalui kuasa.
· PPAT sendiri,
isteri atau suaminya tidak boleh
menjadi pihak dalam akta, baik bertindak sendiri atau melalui kuasa.
· Penghadap
cakap dan berwenang (baik dalam harta bawaan maupun dalam harta gono gini). Hal
ini terkait dengan pengertian “cakap hukum dan dewasa hukum” serta kewenangan
terhadap suatu harta terkait dengan ketentuan KUHPerdata maupun UU Perkawinan.
Sehingga harus diteliti benar ada tidaknya perjanjian kawin tentang pemisahan
harta apabila perbuatan hukum pemindahan hak itu tidak diperlukan peretujuan dari
suami atau istri penjual atau penghibah.
· Pembuatan
akta PPAT tersebut harus disaksikan oleh 2 (dua) orang yang memenuhi syarat
menurut peraturan perundang-undangan. Dilarang sebagai saksi bila terhadap para
pihak memiliki hubungan sebagai suami, istri, atau memiliki hubungan darah
dalam garis keturunan lurus dalam derajad tak terbatas dan ke samping sampai
derajat 2 (dua).
b. Obyek,
antara lain meliputi :
· Obyek (hak
atas tanah/hak milik atas rumah susun) harus berada di wilayah kerja PPAT
bersangkutan.
· Untuk
pemindahan atas sebagian hak atas tanah, harus dimohonkan pengukurannya
terlebih dahulu sehingga diketahui luas dan Nomor Induk Bidangnya. Hal ini
untuk memenuhi asa spesialitas atas obyek pemindahan hak. Juga dimaksudkan agar
penghitungan pajak-pajaknya tidak mengalami kesalahan.
· Terkait
dengan tanah pertanian atau tanah yang dalam sertipikatnya terdapat keterangan
bahwa untuk dapat dipindahtangankan harus memperoleh ijin dari pejabat yang
berwenang, maka ijin tersebut harus sudah diperoleh terlebih dahulu.
· Khusus
untuk tanah pertanian, maka calon penerima hak harus berdomisili di kecamatan
letak tanah atau kecamatan yang berbatasan dengan letak tanah, calon penerima
hak harus sudah dewasa dengan pengertian dapat mengerjakan tanah tersebut
secara efektif, calon penerima hak tidak boleh mengakibatkan pemilikan bersama
kecuali oleh suami istri dan dengan pemindahan hak tersebut tidak mengakibatkan
pemilikan yang melebihi ketentuan maksimum pemilikan tanah pertanian.
c. Isi Akta,
antara lain meliputi :
· Komparasi akta; komparasi akta harus
menguraikan secara jelas para penghadap dalam kapasitasnya masing-masing. Untuk
badan hukum harus diuraikan syarat status badan hukum tersebut diperoleh,
misalnya untuk perseroan terbatas status badan hukum diperoleh apabila akta
pendiriannya sudah disahkan oleh menteri hukum dan perundangan, badan
hukum koperasi status badan hukum
diperoleh apabila akta pendiriannya sudah disahkan oleh pejabat departemen
koperasi dan sebagainya. Harus diperhatikan unsur-unsur badan hukum yang bersangkutan
dan kapasitasnya sesuai dengan anggaran dasarnya.
· Akta PPAT seharusnya dibacakan/dijelaskan
isinya kepada para pihak dengan
dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi, sebelum ditandatangani
seketika itu juga oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT (Pasal 22 PP No. 37
Tahun 1998). Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan permasalahan dikemudian
hari apabila terjadi pemalsuan tandatangan para pihak dan dapat merugikan
pembeli yang beritikad baik.
d. Dokumen
pendukung lainnya, antara lain meliputi :
· Identitas
penghadap, dapat berupa KTP atau Paspor;
· Kartu
Keluarga, ini untuk membuktikan bahwa pemberi persetujuan terhadap pemindahan
hak atas tanah milik bersama benar-benar suami atau istri yang sah;
· Surat
Kuasa apabila perbuatan hukum pemindahan hak tersebut dikuasakan;
· Surat
Perwalian apabila kapasitas penghadap adalah sebagai wali;
· Surat
pernyataan dari calon penerima
hak yang isinya bahwa dengan pemindahan hak tersebut tidak melanggar ketentuan
Landreform;
· Meminta Surat Pernyataan dari pemegang
hak bahwa tanahnya tidak dalam sengketa dan tidak sedang dijaminkan/diagunkan.
· SPPT PBB
tahun berjalan, diperlukan untuk penghitungan pajak BPHTB maupun pajak
penghasilannya;
· Surat
Setoran BPHTB; Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan BPHTB(misalnya
jual beli, besarnya= 5% x (NPOP – NPOPTKP)
· Surat
Setoran PPh; (contoh Pajak Penghasilan untuk jual beli = 5% x Nilai Pengalihan)
· Surat
permohonan pemindahan hak atas tanah kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat.
3. Penolakan Pembuatan Akta Peralihan Hak
(1)
Dalam pasal 39 PP 24/1997 dinyatakan bahwa, PPAT
dapat menolak untuk membuat akta, jika :
a.
mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak
milik atas satuan rumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertipikat asli hak
yang bersangkutan, atau sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan
daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan; atau
b.
mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak
disampaikan:
· Surat
bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1) (berupa alat bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang
bersangkutan yang kadar kebenarannya dianggap cukup) atau surat keterangan
Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang
tanah tersebut sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (2); dan
· Surat
keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum
bersertipikat dari Kantor
Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah jauh dari kedudukan Kantor
Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala
Desa/Kelurahan;
· Salah satu
dari para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau
salah satu saksi tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk bertindak
demikian; atau
· Salah satu
pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa mutlak yang pada
hakekatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak; atau
· Untuk
perbuatan hukum yang dilakukan belum diperoleh Ijin Pejabat atau instansi yang
berwenang, apabila ijin tersebut diperlukan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku; atau
· Obyek
perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data fisik dan
atau data yuridisnya; atau
· Tidak
dipenuhi syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan.
c.
Penolakan untuk membuat akta tersebut diberitahukan
secara tertulis kepada pihak-pihak yang bersangkutan disertai alasannya.
2.2 Peralihan Hak atas Tanah Melalui Pemasukan
dalam Perusahaan (Inbreng)
Undang-undang
tidak memberikan perumusan tentang apa yang dimaksud dengan inbreng. Pengertian
inbreng ditemukan dari pendapat para ahli sebagai berikut:
1. Vegeens
Opemheim
Menurutnya, inbreng adalah
memperhitungkan kembali hibah-hibah yang diberikan pewaris kepada ahli
warisnya, ke dalam warisan, agar pembagian warisan di antara para ahli waris
menjadi lebih merata.[8]
2. Benyamin
Asri dan Thabrani Asri
Yang dimaksud dengan inbreng adalah
pemasukan suatu hibah atau wasiat yang pernah diberikan, utnuk diperhitungkan
sebagai harta peninggalan (harta warisan), dengan maksud agar terdapat
keseimbangan/pemerataan di dalam pembagian harta peninggalan di antara para
ahli waris si pemberi hibah.[9]
3. Oemarsalim
Memperhitungkan pemberian
benda-benda yang dilaksanakan oleh orang yang meninggalkan harta warisan pada
waktu ia masih hidup kepada para ahli waris.[10]
Pelaksanaan
menjalankan usaha dengan bentuk Perseroan Terbatas banyak mengalami berbagai
masalah yang disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah ketika
mengalami kesulitan keuangan.
Sehubungan dengan hal itu, peraturan perundang-undangan memberikan
kewenangan kepada Direksi untuk dapat melakukan penambahan modal dalam bentuk
tunai maupun bentuk lainnya.
Berdasarkan
pasal 34 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya
ditulis UU PT), penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang
dan/atau dalam bentuk lainnya. Yang dimaksud bentuk lainnya yaitu:
a. baik berupa benda berwujud maupun
benda tidak berwujud;
b. dapat dinilai dengan uang;
c. secara nyata telah diterima oleh
Perseroan;
d. penyetoran saham dalam bentuk lain
selain uang harus disertai rincian yang menerangkan nilai atau harga, jenis
atau macam, status, tempat kedudukan, dan lain-lain yang dianggap perlu demi
kejelasan rnengenai penyetoran tersebut.
Untuk
penyetoran dalam bentuk benda tidak bergerak, peraturan perundang-undangan.
mengatur bahwa inbreng tersebut harus dituangkan ke dalam Akta Pemasukan Ke
Dalam Perusahaan (Inbreng). Perjanjian pemasukan (inbreng) yang dituangkan
kedalam akta Inbreng yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut sudah
memenuhi ketentuan pasal 1320 KUHPerdata sehingga perjanjian inbreng yang telah
disepakati para pihak adalah sah dan mengikat, dan untuk mengadakan perjanjian
inbreng dengan pihak lain, bank tidak memerlukan dari izin dari yang berwenang
karena mengadakan perjanjian inbreng adalah kewenangan Direksi Perseroan
sebagai organ Perseroan.
Dalam
hal ini, penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang
ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi
dengan Perseroan (pasal 34 ayat (2)UU PT). Apabila penyetoran saham
dimaksud dalam bentuk benda tidak bergerak, harus diumumkan dalam 1 (satu)
surat kabar atau lebih, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah akta
pendirian ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut
(pasal 34 ayat [3] UU PT). Peningkatan modal selain saham yang disetor
dalam bentuk uang, bisa juga dengan inbreng atau pemasukan dalam
perusahaan; yaitu memasukkan barang sebagai modal, dinilai dengan uang dan
dijadikan saham.
Inbreng
dilakukan
dengan cara pelepasan hak, yang aktanya berasal dari 2 Badan Hukum yang telah
disepakati, jika sudah di sepakati akan dilakukan pembuatan akta bersama dengan
cara penurunan hak. Jika penurunan hak sudah dilengkapi maka, di buatlah
sertifikat Hak Milik dan Hak Guna Bangunan untuk membuat akta penggabungan
supaya inbreng ini dapat dilakukan.
Namun
pada kenyataannya, peristiwa pendaftaran pemindahan hak karena pemasukan ke
dalam perusahaan (inbreng) sering kali mendapatkan masalah di akta
pendaftarannya. Ada peristiwa inbreng yang salah satu perusahaannya
tidak dilengkapi dengan akta PPAT tetapi dapat diteruskan ke dalam peristiwa inbreng
tidak jelas bagaimana izin pemindahan haknya, namun perusahaan tersebut
bisa dikatakan sebagai perusahaan valid yang bergabung menjadi satu, yang
sebelumnya memiliki masing-masing akta yang berbeda. Hal ini tentu bertentangan
dengan Pasal 37 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang intinya
mengatakan bahwa peristiwa jual beli, tukar menukar, dan pemasukan ke dalam
perusahaan, harus di sertai dengan Akta PPAT baru dapat dianggap peristiwa yang
sah.
Untuk membuat Akta pemindahan atau pembebanan
hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dan mendaftarnya tidak
diperlukan izin pemindahan hak, kecuali sebagai berikut:
1. Pemindahan
atau pembebanan hak atas tanah atau hak milik atas rumah susun yang di dalam
sertifikatnya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh
dipindahtangankan apabila telah diperoleh izin dari instansi yang berwenang.
2. Pemindahan
atau pembebanan hak pakai atas tanah negara.[11]
Dengan
sertifikat tanah, maka jelaslah tanah tersebut ada pemiliknya. Demikian pula
pendaftaran yang dilakukan atas hak seseorang, mencegah mengklaim seseorang
atas tanah, kecuali memang dia lebih berhak dan dapat mengajukan ke pengadilan
negeri setempat dengan membuktikan tentang kebenaran haknya itu sesuai dengan
asas pendaftaran tanah yang negatif dianut dalam PP Nomor 24 Tahun 1997.
Pemasukan
dalam perusahaan atau Inbreng terkait
dengan perbuatan hukum yang berupa penyerahan hak atas tanah dari orang
perorangan atau badan hukum yang dihitung sebagai modal/saham (pemasukan) ke
dalam Perseroan. Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang
dan/atau dalam bentuk lainnya. Dalam hal penyetoran modal saham dilakukan dalam
bentuk lain, penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar
yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi
dengan Perseroan.[12]
Tata Cara
Pencatatan Akta Pemasukan dalam Perusahaan (Inbreng) yakni Pada dasarnya proses dan perlakukan
pajak untuk peralihan hak atas tanah dengan cara Inbreng ini sama dengan peralihan hak atas tanah dengan mekanisme
jual beli. Artinya, pihak yang menyerahkan tanah tersebut tetap dikenakan pajak
penghasilan sebesar 5% seperti halnya pada jual beli biasa. Karena diasumsikan
dari penyerahan tanah dengan cara Inbreng
tersebut, pihak yang menyerahkan tanah tetap mendapat keuntungan berupa saham
yang nilainya sama dengan nilai tanah yang diserahkan.Di pihak lain, perusahaan
atau perseroan selaku penerima tanah tersebut tetap dikenakan BPHTB dengan
perhitungan yang sama dengan pada jual beli.
Adapun prosesnya adalah sebagai berikut :
1.
Penyerahan tanah oleh pendiri perseroan;
2.
Dilakukan
penilaian atas harga tanah yang oleh appraisal;
3.
Pengumuman
di surat kabar.
Tujuan dari
pengumuman ini adalah agar diketahui umum dan memberikan
kesempatan kepada pihak yang berkepentingan untuk dapat mengajukan keberatan
atas penyerahan benda tersebut sebagai setoran modal saham, misalnya ternyata
diketahui benda tersebut bukan milik penyetor.[13]
4.
Pembayaran
pajak PPh dan BPHTB.
Perhitungan pajak
sama dengan pada proses jual beli biasa.
5. Pembuatan akta Inbreng di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah setempat.
Sejak
dilaksanakannya penanda-tanganan akta Inbreng tersebut, maka otomatis hak atas
tanah tersebut sudah beralih dari pihak yang menyerahkan tanah ke perseroan.
Dengan demikian, jika ada perbuatan hukum untuk menyewakan ataupun membebani
tanah tersebut dengan Hak Tanggungan, maka yang bertindak mewakili pemilik
adalah Direksi Perseroan.
6. Pendaftaran dan balik nama pada
Kantor Pertanahan setempat.
Proses berlangsung
dalam waktu kurang lebih 5 hari.[14]
Sedangkan
tata cara pendaftaran peralihan hak atas tanah melalui pemasukan dalam
perusahaan (inbreng) adalah sebagai berikut:
a.
Persyaratan pemasukan kedalam perusahaan / inbreng tanah:
1.
Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani
pemohon atau kuasanya di atas materai cukup.
Formulir permohonan berisi :
i.
Identitas diri
ii.
Luas, letak dan penggunaan tanah yang
dimohon
iii.
Pernyataan tanah tidak sengketa
iv.
Pernyataan tanah dikuasai secara fisik
2.
Surat Kuasa apabila dikuasakan
3.
Fotocopy identitas pemohon/pemegang dan penerima hak (KTP)
serta kuasa apabila dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh
petugas loket.
4.
Fotocopy Akta Pendirian dan Pengesahan Badan Hukum yang
telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket.
5.
Sertipikat asli.
6.
Surat Pengantar dari PPAT.
7.
Akta Pemasukan ke dalam perusahaan dari PPAT.
8.
Ijin Pemindahan Hak, jika :
·
Pemindahan hak atas tanah atau hak milik atas rumah susun
yang di dalam sertipikatnya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak
tersebut hanya boleh dipindahtangankan apabila telah diperoleh izin dari
instansi yang berwenang.
·
Pemindahan hak pakai atas tanah Negara.
9.
Foto copy SPPT PBB tahun berjalan yang telah dicocokkan
dengan aslinya oleh petugas loket, penyerahan bukti SSB (BPHTB) dan bukti
SSP/PPH untuk perolehan tanah.
10.
Waktu: 5 (lima) hari
b. Tahapan
Pendaftaran Hak Di Kantor pertanahan :
1.
Mengisi formulir pendaftaran, setelah selesai
kemudian menyerahkan dokumean yang dibawa serta formulir pendaftaran ke petugas
loket II untuk diperiksa kelengkapannya.
2.
Setelah diteliti kelengkapannya oleh petugas
loket II pemohon diberi tanda terima sebagai bukti penerimaan dan membuat Surat
Perintah Setor (SPS) lalu SPS dibawa pemohon ke loket III untuk membayar biaya
tersebut.
3.
Loket III menerima uang SPS dari pemohon dan
membuatkan kuitansi sebagai tanda bukti penerimaan uang permohonan dan
memberikan kuitansi kepada pemohon sebagai tanda bukti pembayaran serta
meneruskan salinannya ke loket II.
4.
Setelah diteliti kelengkapannya oleh petugas
loket II pemohon diberi tanda terima berkas.
5.
Proses selanjutnya adalah dokumen tadi
diserahkan ke petugas pelaksana untuk diteliti ulang kelengkapannya dan di
sahkan, kemudian diserahkan ke Kasubsi Peralihan Hak dan PPAT untuk
ditandatangani dan disahkan, kemudian diserahkan ke Kasi Pengukuran dan Pendaftaran
Tanah untuk di tanda tangani, kemudian diserahkan ke Kepala Kantor tanah untuk
ditandatangani dan disahkan setelah itu diserahkan kembali ke petugas loket IV
untuk pengambilan produk.
2.3 Peralihan Hak atas Tanah Melalui
Penggabungan atau Peleburan Perseroan atau Koperasi
2.3.1
Peralihan Hak atas Tanah melalui Penggabungan (Merger) Perseroan atau
Koperasi
Istilah merger berasal dari kata “merge” yang berarti
menggabungkan atau memfusikan. Merger lebih dikenal di dalam bidang manajemen,
karena istilah ini selalu dikaitkan dengan strategi manajemen dalam rangka
pengembangan atau perluasan suatu usaha, termasuk di dalamnya usaha-usaha untuk
mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam perusahaan seperti
kurangnya modal dan sumber daya manusia. Istilah lain yang sering dipakai dalam
literatur manajemen adalah kombinasi bisnis (business combination),
yaitu suatu transaksi yang berkaitan dengan kombinasi atau penggabungan badan
usaha antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Kombinasi bisnis biasa
dialakukan melalui merger, konsolidasi dan akuisisi.[15]
Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak menggunakan istilah
merger, konsolidasi, atau akuisisi, melainkan menggunakan istilah penggabungan
untuk merger, peleburan untuk konsolidasi dan, pengambilalihan (acquisition)
untuk akuisisi saham.
Pengertian penggabungan yang dikemukakan pada pasal 1 angka
9 UUPT 2007 berbunyi:
“Penggabungan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk
menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan
aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum
kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum
Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.[16]
Bab XII Undang-Undang nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian
mengamanatkan kemungkinan koperasi melakukan penggabungan atau peleburan. Pasal
101 ayat 1 menyatakan bahwa: “untuk keperluan pengembangan dan/atau efisiensi
satu koperasi atau lebih dapat menggabungkan diri dengan koperasi lain; atau
beberapa koperasi dapat meleburkan diri untuk membentuk suatu koperasi baru”.
Penggabungan dan/atau peleburan sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang nomor 17 tahun 2012 di atas dengan kata lain adalah “merger
dan/atau konsolidasi” antar koperasi. Secara definisi merger koperasi berarti
ada beberapa koperasi menggabungkan diri dengan satu koperasi yang terkuat di
antara mereka, sehingga nantinya berwujud menjadi satu koperasi yang terkuat
tersebut.
Sejumlah ahli menyatakan bahwa banyak manfaat
yang bisa diperoleh oleh badan usaha-badan usaha yang melakukan
merger/konsolidasi, tak terkecuali koperasi. Beberapa manfaat tersebut antara
lain: Pertama,
meningkatkan pendapatan koperasi karena melakukan pemasaran yang lebih baik serta
pendapatannya terdiversifikasi. Kedua,
koperasi akan mengalami efisiensi dalam berbagai biaya operasi dibanding dengan beberapa koperasi
yang terpisah. Berbagai biaya pemasaran, SDM, biaya iklan, serta biaya lainnya
bisa dipangkas.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 terdapat satu
pasal yang mengatur tentang peralihan hak atas tanah melalui penggabungan atau
peleburan perseroan atau koperasi, yaitu pasal 43 yang berbunyi :
(1) Peralihan hak atas
tanah, hak pengelolaan, atau hak milik atas satuan rumah susun karena
penggabungan atau peleburan persrroan atau koperasi yang tidak didahului dengan
likuidasi perseroan atau koperasi yang bergabung atau melebur dapat didaftar
berdasarkan akta yang membuktikan terjadinya penggabungan atau peleburan perseroan
atau koperasi yang bersangkutan setelah penggabungan atau peleburan tersebut
disahkan oleh Pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Peralihan hak atas tanah
atau hak milik atas satuan rumah susun karena penggabungan atau peleburan
perseroan atau koperasi yang didahului dengan likuidasi perseroan atau koperasi
yang bergabung atau melebur didaftar berdasarkan pemindahan hak dalam rangka
likuidasi yang dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang sebagaimana
dimaksud dalam pasal 37 ayat (1).
Dari pengertian-pengertian tersebut diatas dapat dilihat
unsur-unsur dalam merger, yaitu:
1. Penggabungan perusahaan setidaknya
melibatkan dua pihak perusahaan, yaitu yang menerima penggabungan dan pihak
perusahaan yang digabungkan atau menggabungkan diri.
2. Perusahaan yang menerima penggabungan
akan menerima atau mengambil alih seluruh hak dan kewajiban, aktiva dan pasiva
dari target company.
3. Perusahaan
yang digabungkan akan hilang statusnya sebagai perusahaan karena hukum.
Di dalam
Pasal 43 ayat 1 PP No. 24 Tahun 1997 menjelaskan bahwa perbuatan hukum
penggabungan atau peleburan
perseroan atau koperasi ke dalam
pemindahan hak tidak harus dibuktikan dengan akta PPAT. Ditentukan secara tegas
bahwa pemindahan hak atas tanah karena penggabungan atau peleburan perseroan
atau koperasi yang tidak didahului dengan likuidasi perseroan atau koperasi
yang bergabung atau melebur dapat didaftar berdasarkan akta yang membuktikan
terjadinya penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang
bersangkutan setelah penggabungan atau peleburan tersebut disahkan oleh Pejabat
yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam penjelasan Pasal tersebut dinyatakan bahwa
beralihnya hak dalam penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang
tidak didahului dengan likuidasi
terjadi karena hukum. Karena itu cukup ditunjukkan
dengan akta yang membuktikan terjadinya
penggabungan/peleburan tersebut.
Dalam Pasal 113 Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala BPN Nomor 3 tahun 1997, sangat jelas diuraikan bahwa permohonan
peralihan suatu hak atas tanah karena adanya penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang
dilakukan tidak dengan likuidasi
diajukan oleh direksi perseroan, atau pengurus koperasi hasil penggabungan,
atau peleburan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar perseroan atau
koperasi tersebut, dengan dilengkapi dokumen sebagai berikut:
a.
Sertipikat
Hak Milik atas tanah, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, atau Hak
Pengelolaan, atau dalam hal hak
atas tanah yang belum
terdaftar, bukti
pemilikan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997;
b.
Akta
penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi;
c.
Pernyataan
dari direksi perseroan atau pengurus koperasi hasil penggabungan atau peleburan
bahwa penggabungan atau peleburan tersebut telah dilaksanakan tidak dengan
likuidasi;
d.
Anggaran
dasar dari perseroan / koperasi hasil penggabungan / peleburan telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
e.
Anggaran dasar dari masing-masing perseroan / koperasi yang
bergabung /melebur.
2.3.2 Peralihan Hak atas Tanah melalui
Peleburan (Konsolidasi) Perseroan atau Koperasi
Konsolidasi atau peleburan, selain dapat
diterapkan oleh PT, dapat pula dilakukan oleh perusahaan berbadan hukum
koperasi.[17] Peleburan dapat dilakukan pula oleh
perusahaan yang tidak berbadan hukum, karena peleburan adalah perbuatan hukum
yang dilakukan oleh dua badan usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan
cara mendirikan satu badan usaha baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan
pasiva dari badan usaha yang meleburkan diri dan status badan usaha yang
meleburkan diri berakhir karena hukum, sedangkan badan usaha adalah perusahaan
atau bentuk usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum,
yang menjalankan suatu jenis usaha yang bersifat tetap dan terus-menerus dengan
tujuan untuk memperoleh laba.[18] Namun demikian, peleburan hanya dapat
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dengan status badan hukum yang sama, yaitu
perusahaan berbadan hukum dengan perusahaan berbadan hukum.
Peleburan atau konsolidasi juga hanya dapat
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dengan bentuk badan hukum yang sama. PT
hanya bisa melakukan konsolidasi dengan PT, koperasi hanya bisa melakukan
konsolidasi dengan koperasi.[19]
Di samping itu, konsolidasi selalu diikuti dengan pengalihan aset.[20]
Pengalihan aset demikian ditandai dengan peralihan hak, berupa hak atas tanah,
Hak Pengelolaan atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun. Peralihan hak-hak
tersebut diakibatkan oleh peleburan PT-PT atau beberapa Koperasi yang tidak
didahului dengan likuidasi, maupun yang diakibatkan oleh peleburan PT-PT atau
beberapa Koperasi yang didahului dengan likuidasi.[21]
Peleburan perusahaan sama
halnya dengan penggabungan perusahaan merupakan pengembangan perusahaan yang
sudah ada. Pengembangan dalam arti kualitas ini terjadi karena ada dua atau
lebih perusahaan yang bergabung dan meleburkan diri membentuk perusahaan baru,
sedangkan perusahaan yang lama bubar. Setelah proses peleburan, aktiva dan
pasiva dari perusahaan yang dileburkan beralih menjadi aktiva dan pasiva
perusahaan hasil peleburan. Dengan demikian, perbedaan prinsipil antara
penggabungan dengan peleburan ada pada entitas hukum setelah proses
penggabungan atau peleburan, jika dalam penggabungan entitas hukum yang
dipertahankan adalah salah satu dari entitas hukum yang sebelum proses
penggabungan telah ada, sedangkan pada peleburan entitas hukum yang ada sebelum
proses peleburan tidak ada yang dipertahankan eksistensinya tetapi dibentuk
entitas baru.[22]
Bahwa perbedaan antara penggabungan dan
peleburan adalah sangat tipis, telah disadari oleh pembentuk Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”), dan karenanya pembentuk undang-undang mencantumkan Pasal
124 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang
menyatakan ketentuan tentang penggabungan secara mutatis dan mutandis berlaku
juga bagi peleburan perusahaan.[23] Dari definisi peleburan PT dalam UUPT, maka dapat disimpulkan
bahwa PT yang meleburkan diri berakhir karena hukum, dan menurut Pasal 122 ayat
(2) UUPT bahwa berakhirnya PT tersebut terjadi tanpa dilakukan likuidasi
terlebih dahulu. Waktu pengakhiran PT yang meleburkan diri terhitung bubar
sejak tanggal akta pendirian PT hasil peleburan disahkan oleh menteri. Pasal 122 ayat (3) UUPT menyebutkan
pada pokoknya bahwa dalam hal berakhirnya PT yang terjadi tanpa dilakukan
likuidasi terlebih dahulu, maka berakibat pada:
a.
aktiva dan pasiva PT yang meleburkan diri
beralih karena hukum kepada PT yang menerima PT hasil peleburan;
b.
pemegang saham PT yang meleburkan diri karena
hukum menjadi pemegang saham PT yang menerima PT hasil peleburan; dan
c.
PT yang meleburkan diri berakhir karena hukum
terhitung sejak tanggal peleburan mulai berlaku.
d.
Konsolidasi atau peleburan koperasi dimungkinkan
dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.[24]
Satu koperasi bersama koperasi lainnya dapat meleburkan diri dengan membentuk
koperasi baru, untuk keperluan pengembangan dan efisiensi usaha.[25]
Adapun aturan dan tata cara mengenai peleburan atau konsolidasi koperasi diatur
dalam Peraturan Menteri Negara Koperasi, dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia Nomor 19/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 15/Per/ M.KUKM/XII/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 19/
Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi (“Permen
Peleburan Koperasi”) dan Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha
Kecil Republik Indonesia Nomor 361/KEP/M/II/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan
Penggabungan dan Peleburan Koperasi (“Kepmen
Peleburan Koperasi”). Menurut Permen Peleburan Koperasi, dua atau lebih
Koperasi dapat melakukan peleburan dengan cara membubarkan diri dan membentuk 1
(satu) Koperasi baru.[26] Dengan melakukan konsolidasi, jumlah
anggota serta aset koperasi menjadi lebih besar, dan jenis usaha menjadi lebih
luas.
Di antara
aset yang beralih dari PT-PT atau beberapa koperasi yang bersama-sama
meleburkan diri ke dalam PT Baru atau Koperasi Baru, sangatlah mungkin terdapat
aset berupa tanah dan bangunan dan atau satuan rumah susun (hunian ataupun
non-hunian) yang beralih demi hukum kepada PT Baru atau Koperasi Baru.
Selanjutnya akan dijelaskan tahap peralihan hak atas tanah dan bangunan dan
atau satuan rumah susun, serta peranan PPAT dalam proses peralihan hak atas
tanah dan bangunan dan atau satuan rumah susun, dari PT-PT atau beberapa
koperasi yang bersama-sama meleburkan diri ke dalam PT Baru atau Koperasi Baru,
kepada PT Baru atau Koperasi Baru itu sendiri.
Berikut ini adalah tahapan yang harus
dilaksanakan PT-PT yang akan melakukan peleburan:
a.
Rancangan peleburan
Direksi pada PT-PT yang
akan meleburkan diri harus menyusun rancangan peleburan. Hal tersebut sesuai
dengan Pasal 123 ayat (1) UUPT. Berdasarkan Pasal 124 UUPT, ketentuan yang
terdapat dalam Pasal 123 UUPT tentang rancangan penggabungan, berlaku juga bagi
PT-PT yang akan meleburkan diri.
b.
Persetujuan RUPS
Rancangan peleburan
tersebut setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris dari setiap PT diajukan
kepada Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) masing-masing untuk mendapat
persetujuan. Keputusan RUPS mengenai peleburan sah apabila diambil sesuai
dengan ketentuan 87 ayat (1) dan Pasal 89 UUPT yaitu berdasarkan musyawarah
untuk mufakat dan disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah
suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran
dan/atau ketentuan RUPS yang lebih besar. Bagi PT-PT tertentu yang akan
melakukan peleburan selain berlaku ketentuan dalam UUPT, perlu mendapat
persetujuan terlebih dahulu dari instansi terkait sesuai dengan Peraturan
perundang-undangan. Setiap perbuatan hukum peleburan wajib memperhatikan
kepentingan:
a.
PT, pemegang saham minoritas, karyawan PT;
b.
Kreditor dan mitra usaha lainnya dari PT; dan
c.
masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan
usaha
Menurut Pasal 126 ayat
(2) UUPT beserta penjelasannya, pemegang saham yang tidak setuju terhadap
keputusan RUPS mengenai peleburan hanya boleh menggunakan haknya sebagaimana
yang dimaksud dalam Pasal 62 UUPT. Pemegang saham yang tidak menyetujui
peleburan berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli sesuai harga
wajar saham dari Perseroan sebagaimana yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 123
ayat (2) huruf c dan Pasal 125 ayat (6) huruf d UUPT. Adapun pelaksanaan hak
sebagaimana dimaksud diatas tidak menghentikan proses pelaksanaan peleburan.
c.
Pengumuman ringkasan rancangan
Selanjutnya Pasal 127
ayat (2) UUPT mengatur bahwa, Direksi wajib mengumumkan ringkasan rancangan
paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar dan mengumumkan secara tertulis
kepada karyawan dari PT-PT yang akan melakukan peleburan dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS. Pengumuman
sebagaimana dimaksud tersebut memuat juga pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan
dapat memperoleh rancangan peleburan tersebut di kantor PT terhitung sejak
tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan. Pasal 33 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan Perseroan Terbatas (“PP 27/1998”) mengatur juga bahwa,
Direksi PT-PT yang akan melakukan peleburan wajib untuk menyampaikan rancangan
peleburan kepada seluruh kreditor dengan surat tercatat paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.
d.
Pengajuan keberatan kreditor
Kreditor dapat
mengajukan keberatan kepada PT-PT yang bermaksud meleburkan diri dalam jangka
waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman mengenai peleburan
sesuai dengan rancangan tersebut (Pasal 127 ayat (4) UUPT). Apabila dalam
jangka waktu tersebut kreditor tidak mengajukan keberatan, kreditor dianggap
menyetujui peleburan tersebut. Jika, keberatan kreditor sampai dengan tanggal
diselenggarakan RUPS tidak dapat diselesaikan oleh Direksi, keberatan tersebut
harus disampaikan dalam RUPS guna mendapat penyelesaian. Selama masa
penyelesaian belum tercapai, peleburan tidak dapat dilaksanakan.
e.
Pembuatan akta peleburan di hadapan Notaris
Menurut
Pasal 128 ayat (1) menyatakan, Rancangan Peleburan yang telah disetujui RUPS
dituangkan ke dalam akta peleburan yang dibuat dihadapan notaris dalam Bahasa
Indonesia. Akta peleburan tersebut menjadi dasar pembuatan akta pendirian PT
Baru hasil peleburan.
f.
Permohonan kepada Menteri
Salinan
akta peleburan dilampirkan pada pengajuan permohonan untuk mendapatkan
keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum PT Baru hasil peleburan.
g.
Pengumuman hasil peleburan
Menurut Pasal 133 ayat
(1) UUPT, direksi PT Baru hasil peleburan wajib mengumumkan hasil peleburan
dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya peleburan.
Adapun tahap-tahap
atau tata cara beberapa Koperasi meleburkan diri ke dalam suatu koperasi baru
adalah sebagai berikut:[27]
1.
Tahap
Pertama
Kegiatan
yang dilaksanakan pada tahap pertama dalam melakukan peleburan koperasi sebagai
berikut:
a.
Pengurus koperasi yang akan melaksanakan
peleburan koperasi mengadakan pertemuan untuk memperoleh kesepakatan terhadap
rencana peleburan koperasi dan hasil pertemuan tersebut dituangkan dalam Berita
Acara Rapat Peleburan.
b.
Pengurus koperasi yang akan melaksanakan
peleburan koperasinya memberikan penerangan kepada anggotanya masing-masing dan
pihak-pihak terkait mengenai maksud dan tujuan melaksanakan peleburan tersebut.
c. Pengurus koperasi yang
akan melaksanakan peleburan koperasi melakukan kegiatan sebagai berikut:
1) Melakukan
penelitian terhadap neraca, administrasi organisasi, dan usaha masing-masing
koperasi yang akan melaksanakan peleburan.
2) Melakukan pengkajian tentang berbagai kemungkinan yang akan terjadi
dengan adanya peleburan koperasi tersebut.
3) Merumuskan kegiatan pokok yang
harus dilaksanakan agar peleburan koperasi dapat berlangsung tertib,
rnengandung kepastian hukum dan berhasil dengan baik.
d. Koperasi
yang akan melaksanakan peleburan melalui Rapat Anggota menetapkan hal-hal
sebagai berikut :
1) Menunjuk
wakil yang diberi kuasa untuk duduk dalam Panitia Peleburan yang diberi
wewenang menanda tangani perjanjian peleburan serta melaksanakan tugas yang
berhubungan dengan pelaksanaan peleburan tersebut.
2) Menetapkan
rencana tentang penyatuan dan pemindahan aktiva dan pasiva koperasi yang
bersangkutan yang akan diusulkan dalam rapat peleburan.
3) Menetapkan rencana tentang tata cara penyelesaian kepada
kreditur pembayaran simpanan
anggota dan ganti rugi kepada pihak ketiga, yang akan diusulkan dalam rapat
peleburan.
e. Pengurus koperasi yang
akan melaksanakan peleburan menyampaikan salinan keputusan Rapat Anggota
tersebut kepada anggota masing-masing, kreditur dan pihak terkait serta pejabat
Depkop dan PPK dalam rangka pemberitahuan tentang status koperasi yang akan
melakukan peleburan.
f. Pengurus
koperasi yang akan melaksanakan peleburan mengumumkan keputusan Rapat Anggota
tersebut pada Kantor Kelurahan/Desa, Kecamatan setempat, atau media masa paling
lambat 2 (dua) minggu sejak tanggal Keputusan Rapat Anggota.
g. Setiap
anggota koperasi yang akan melaksanakan peleburan yang tidak bersedia menjadi
anggota koperasi hasil peleburan, menyampaikan secara tertulis kepada pengurus
koperasi masing-masing dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah ia menerima salinan
Keputusan Rapat Anggota Khusus Peleburan
h.
Setiap kreditur koperasi dapat
menyampaikan keinginannya secara tertulis untuk menagih kembali sejumlah uang
yang menjadi haknya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud
huruf g tersebut pada pengurus koperasi disertai bukti-bukti tertulis sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tembusan
kepada pejabat.
i. Pihak-pihak lain
yang karena perubahan status tersebut, mengalami kerugian, dapat mengajukan
permintaan ganti rugi dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan setelah adanya
keputusan Rapat Anggota. Usul penggantian kerugian tersebut ditujukan kepada
koperasi yang bersangkutan disertai tembusan kepada pejabat dengan bukti-bukti
tertulis, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Tahap Kedua
a.
Setelah Kegiatan pada tahap pertama
diselesaikan, maka pada tahap kedua diselenggarakan rapat peleburan koperasi
yang dihadiri kuasa dari masing-masing koperasi yang akan melaksanakan
peleburan.
b.
Rapat Peleburan memutuskan tentang:
1) Susunan panitia peleburan yang
keanggotaannya berasal dari masing-masing koperasi yang akan melaksanakan
peleburan.
2) Tata
cara penggabungan keanggotaan dari masing-masing koperasi yang akan
melaksanakan peleburan kepada koperasi baru.
3)
Tata cara penggabungan aset dan kewajiban
koperasi yang akan melaksanakan peleburan kepada koperasi baru.
c.
Panitia peleburan yang telah terbentuk mempunyai
tugas:
1) Membuat
rancangan perjanjian peleburan koperasi.
2) Menetapkan
status koperasi-koperasi yang meleburkan diri tersebut dengan diberikan status
sebagai TPK dan koperasi baru.
3) Menetapkan permodalan koperasi dan pembagian
simpanan-simpanan anggotanya.
4)
Menetapkan pembayaran tagihan kepada
kreditur dan ganti rugi kepada pihak ketiga serta menetapkan besarnya hak dan
kewajiban kepada anggota koperasi yang tidak menghendaki menjadi anggota
koperasi hasil peleburan, termasuk dalam hal ini penetapan tentang cara-cara
penyelesaian kerugian dan kredit-kredit kepada pihak ketiga, kredit macet dan
koperasi-koperasi yang akan melaksanakan peleburan.
5)
Menetapkan tata cara pemilihan pengurus
dan pengawas koperasi hasil peleburan.
6)
Menetapkan status pengelola dan karyawan
koperasi yang akan meleburkan diri.
7)
Menetapkan rancangan Anggaran Dasar koperasi hasil peleburan/koperasi baru.
3. Tahap Ketiga
a.
Dalam Rapat Anggota Peleburan Koperasi
selanjutnya diputuskan:
1) Pengesahan rancangan
perjanjian peleburan, yang akan disusun oleh Panitia Peleburan.
2) Pengesahan
rancangan Anggaran Dasar koperasi hasil peleburan, yang disusun oleh panitia
peleburan.
3) Pemberian
kuasa kepada pengurus koperasi hasil peleburan untuk menandatangani rancangan
perjanjian peleburan yang telah disetujui Rapat Anggota koperasi yang
melaksanakan peleburan.
4) Pengesahan keputusan pembayaran
simpanan anggota koperasi yang melaksanakan peleburan meliputi:
a) Pembayaran kembali
seluruh simpanan kepada anggota-anggota menyatakan tidak bersedia menjadi
anggota koperasi hasil peleburan.
b) Tata cara
penyelesaian tuntutan atau tagihan dari para kreditur yang berkeinginan menagih
kembali sejumlah uang yang menjadi haknya.
c) Tata
cara penyelesaian tuntutan ganti rugi dan pihak-pihak yang bersangkutan.
5)
Pengesahan neraca awal koperasi hasil peleburan.
b.
Pelaksanaan penandatanganan surat perjanjian
peleburan dilakukan oleh kuasa rapat anggota masing-masing koperasi yang
melaksanakan peleburan.
c.
Para Pengurus Koperasi memberitahukan
pelaksanaan pembayaran simpanan
kepada anggota dan kepada kreditur serta ganti rugi kepada pihak ketiga yang
dirugikan.
d. Pengalihan aktiva dan pasiva koperasi yang
melaksanakan peleburan kepada koperasi baru dimuat dalam berita acara
pengalihan aktiva dan pasiva peleburan koperasi.
e. Pengalihan aktiva dan pasiva dimaksud dilaksanakan
paling lambat 3 (tiga) bulan setelah kewajiban kepada seluruh kreditur dan
koperasi-koperasi yang bersangkutan diselesaikan. Jika seorang atau beberapa
orang kreditur dari salah satu koperasi yang bersangkutan keberatan atas
pengalihan aktiva dan pasiva tersebut, maka pengalihan tersebut ditangguhkan
paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu) bulan kemudian.
4.
Tahap Keempat
a. Pengurus
koperasi hasil peleburan menyampaikan permohonan pengesahan Akta Pendirian
koperasi kepada pejabat Departemen Koperasi dan PPK sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b.
Pejabat Departemen Koperasi dan PPK
melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap berkas permohonan pengesahan Akte
Pendirian koperasi hasil peleburan, meliputi:
1) Isi
Anggaran Dasar;
2) Neraca
koperasi hasil peleburan;
3) Berita
acara rapat peleburan dan surat perjanjian diantara koperasi-koperasi yang
melaksanakan peleburan;
4) Bukti
pelunasan atas kewajiban-kewajiban yang telah dibayarkan kepada anggota dan
pihak ketiga.
c. Pejabat Departemeri Koperasi dan PPK
mengeluarkan Surat Keputusan pengesahan atau penolakan Akte Pendirian Koperasi
hasil peleburan berdasarkan penelitian dan pemeriksaan atas berkas permohonan
dimaksud sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d.
Pengurus masing-masing koperasi yang
melaksanakan peleburan segera menyelenggarakan rapat pembubaran koperasi
setelah menerima Surat Keputusan Pengesahan Akta Pendirian Koperasi hasil
peleburan/koperasi baru.
e.
Surat Keputusan Pengesahan Akta Pendirian
koperasi hasil peleburan (koperasi baru) dan Keputusan Pembubaran Koperasi yang
melaksanakan peleburan diumumkan dalam Berita Negara RI sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dengan adanya peleburan, status badan hukum
PT-PT yang meleburkan diri, berakhir demi hukum. Personalitas dan status badan
hukumnya tidak ada lagi sejak terjadinya peleburan, sehingga aset- aset PT-PT
yang melebur tersebut dalam hal ini yang terkait dengan tanah, beralih kepada
PT Baru hasil peleburan.[28] Berdasarkan Kepmen Peleburan Koperasi, dalam
peleburan beberapa Koperasi ke dalam suatu Koperasi Baru pengalihan
aktiva dan pasiva koperasi melakukan peleburan ke dalam koperasi baru dimuat
dalam berita acara pengalihan aktiva dan pasiva peleburan koperasi. Pengalihan
aktiva dan pasiva dimaksud dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
kewajiban kepada seluruh kreditur dan koperasi-koperasi yang bersangkutan
diselesaikan. Jika seorang atau beberapa orang kreditur dari salah satu
koperasi yang bersangkutan keberatan atas pengalihan aktiva dan pasiva
tersebut, maka pengalihan tersebut ditangguhkan paling lambat dalam jangka
waktu 1 (satu) bulan kemudian. Mengenai
pengaturan peralihan hak karena peleburan perseroan diatur dalam dalam
Peraturan Menteri Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Akibat Hukum dari Peleburan
bagi PT Baru atau Koperasi Baru adalah Beralihnya
Hak Tanggungan karena Hukum Mengikuti Peralihan Piutangnya. Telah
disebutkan di atas bahwa dalam hal peleburan tanpa likuidasi badan-badan hukum
yang melebur, aktiva dan pasiva dari badan-badan hukum yang melebur akan
beralih demi hukum kepada badan hukum baru hasil peleburan. Ada kemungkinan
bahwa terhadap aset-aset berupa tanah dan satuan rumah susun yang hak-haknya
terdaftar atas nama PT-PT yang melebur atau koperasi-koperasi yang melebur,
telah dipasang pembebanan atau Hak Tanggungan untuk menjamin utang kreditur. Sebaliknya ada kemungkinan
jika badan-badan hukum yang melebur tersebut merupakan lembaga keuangan ataupun
lembaga lain yang diijinkan untuk memberikan pinjaman kepada debitur, di mana
badan-badan hukum yang melebur tersebut mempunyai piutang kepada pihak-pihak
lain yang dijamin Hak Tanggungan. Oleh karena piutang yang dijamin dengan Hak
Tanggungan ikut beralih karena hukum dari PT-PT atau beberapa koperasi yang
melebur tersebut kepada PT Baru atau koperasi Baru hasil peleburan, maka dengan
demikian juga Hak Tanggungan yang bersangkutan ikut beralih karena hukum.[29]
Untuk Pajak, dikenakan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Berdasarkan Undang-undang tentang
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan[30],
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang disebabkan oleh pemindahan hak
karena peleburan usaha, merupakan objek pajak. Selanjutnya diatur pula bahwa
dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), dalam hal
peleburan usaha, NPOP adalah nilai pasar[31].
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP
Pendaftaran Tanah”), pembuatan akta oleh PPAT yang berwenang, yang membuktikan
peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual
beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum
pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, harus dihadiri
oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dan disaksikan
oleh sekurang kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat untuk
bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum itu. [32]
Pasal
43 ayat (1) PP Pendaftaran Tanah memasukkan perbuatan hukum peleburan perseroan
atau koperasi (khususnya yang tidak didahului dengan likuidasi) ke dalam pemindahan
hak karena tidak harus dibuktikan dengan akta PPAT. Peralihan hak atas tanah,
Hak Pengelolaan atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun karena peleburan PT atau
koperasi yang tidak didahului dengan likuidasi PT atau koperasi yang melebur,
dapat didaftar berdasarkan akta yang membuktikan terjadinya penggabungan atau
peleburan, setelah penggabungan atau peleburan tersebut disahkan oleh Pejabat
yang berwenang sesuai ketentuan peartuarn perundang-undangan yang berlaku.[33]
Sedangkan peralihan hak karena peleburan yang didahului dengan likuidasi,
didaftarkan berdasarkan pemindahan hak dalam rangka likuidasi, dengan
dibuktikan oleh akta PPAT yang berwenang.[34]
Berdasarkan
ketentuan tersebut, PPAT berperan dalam membuat akta pemindahan hak dalam hal
peleburan PT atau koperasi yang didahului dengan likuidasi. Sedangkan dalam hal
peleburan PT atau koperasi yang tidak didahului dengan likuidasi, di mana
pemindahan hak tidak harus dibuktikan dengan akta PPAT, PPAT dapat membantu
proses pendaftaran berubahnya nama pada sertipikat hak tanah atau satuan rumah
susun yang beralih kepada PT baru atau Koperasi baru, ke Kantor Pertanahan yang
berwenang.
Permohonan pendaftaran peralihan suatu hak atas
tanah, hak milik satuan rumah susun, atau hak pengelolaan karena adanya peleburan
perseroan atau koperasi yang dilakukan tidak dengan likuidasi diajukan oleh
direksi PT Baru atau pengurus Koperasi Baru hasil peleburan sesuai dengan
ketentuan dalam anggaran dasar perseroan atau koperasi tersebut dengan
dilengkapi dokumen-dokumen untuk diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan,
yaitu:[35]
1.
sertipikat hak atas tanah, Hak Milik Atas Satuan
Rumah Susun, atau hak pengelolaan, atau, dalam hal hak atas tanah yang belum
terdaftar, bukti pemilikan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997;
2. akta peleburan perseroan atau koperasi;
3.
pernyataan dari direksi perseroan atau pengurus
koperasi hasil peleburan bahwa peleburan tersebut telah dilaksanakan tidak
dengan likuidasi;
4.
anggaran dasar dari perseroan/koperasi hasil
peleburan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
5.
anggaran dasar dari masing-masing perseroan/
koperasi yang melebur.
Sedangkan
pemeliharaan data yuridis dilakukan dengan pencatatan pendaftaran peralihan
dalam daftar-daftar pendaftaran tanah, sebagai berikut:[36]
(1) Pencatatan
peralihan hak dalam buku tanah, sertipikat dan daftar lainnya dilakukan sebagai
berikut:
1.
nama pemegang hak lama di dalam buku tanah
dicoret dengan tinta hitam dan dibubuhi paraf Kepala Kantor Pertanahan atau
Pejabat yang ditunjuk;
2.
nama atau nama-nama pemegang hak yang baru
dituliskan pada halaman dan kolom yang ada dalam buku tanahnya dengan dibubuhi
tanggal pencatatan, dan besarnya bagian setiap pemegang hak dalam hal penerima
hak beberapa orang dan besarnya bagian ditentukan, dan kemudian ditandatangani
oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk dan cap dinas Kantor
Pertanahan;
3.
yang tersebut pada angka 1 dan 2 juga dilakukan
pada sertipikat hak yang bersangkutan dan daftar-daftar umum lain yang memuat
nama pemegang hak lama;
4.
nomor hak dan identitas lain dari tanah yang
dialihkan dicoret dari Daftar Nama pemegang hak lama dan nomor hak dan
identitas tersebut dituliskan pada Daftar Nama penerima hak.
(2)
Apabila pemegang hak baru lebih dari 1 (satu) orang dan hak tersebut
dimiliki bersama, maka untuk masing-masing pemegang hak dibuatkan Daftar Nama
dan di bawah nomor hak atas tanahnya diberi garis dengan tinta hitam.
(3)
Apabila peralihan hak hanya mengenai sebagian dari sesuatu hak atas
tanah sehingga hak atas tanah itu menjadi kepunyaan bersama pemegang hak lama
dan pemegang hak baru, maka pendaftarannya dilakukan dengan menuliskan besarnya
bagian pemegang hak lama di belakang namanya dan menuliskan nama pemegang hak
yang baru beserta besarnya bagian yang diperolehnya dalam halaman perubahan
yang disediakan.
(4) Sertipikat hak yang dialihkan diserahkan
kepada pemegang hak baru atau kuasanya.
Peralihan Hak Atas Tanah, karena peleburan yang
tidak didahului dengan likuidasi dapat didaftarkan berdasarkan akta yang
membuktikan terjadinya peleburan, setelah disahkan oleh pejabat yang berwenang
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan peralihan hak atas
tanah karena peleburan yang didahului oleh likuidasi, didaftar berdasarkan
pemindahan hak dalam rangka likuidasi, yang dibuktikan dengan akta yang dibuat
oleh PPAT yang berwenang.
BAB
III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
1.
Pemasukan dalam perusahaan atau Inbreng terkait dengan perbuatan hukum
yang berupa penyerahan hak atas tanah dari orang perorangan atau badan hukum
yang dihitung sebagai modal/saham (pemasukan) ke dalam Perseroan.
Untuk
penyetoran dalam bentuk benda tidak bergerak, peraturan perundang-undangan.
mengatur bahwa inbreng tersebut harus dituangkan ke dalam Akta Pemasukan Ke
Dalam Perusahaan (Inbreng). Perjanjian pemasukan (inbreng) yang dituangkan
kedalam akta Inbreng yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut sudah
memenuhi ketentuan pasal 1320 KUHPerdata sehingga perjanjian inbreng yang telah
disepakati para pihak adalah sah dan mengikat, dan untuk mengadakan perjanjian
inbreng dengan pihak lain, bank tidak memerlukan dari izin dari yang berwenang
karena mengadakan perjanjian inbreng adalah kewenangan Direksi Perseroan
sebagai organ Perseroan.
Tata Cara
Pencatatan Akta Pemasukan dalam Perusahaan (Inbreng) yakni Pada dasarnya proses dan perlakukan
pajak untuk peralihan hak atas tanah dengan cara Inbreng ini sama dengan peralihan hak atas tanah dengan mekanisme
jual beli.
2.
Peralihan Hak atas Tanah Melalui Penggabungan
atau Peleburan Perseroan atau Koperasi
a. Penggabungan
- Pengertian penggabungan yang dikemukakan pada pasal 1
angka 9 UUPT 2007 berbunyi: “Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan
oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain
yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang
menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima
penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan
diri berakhir karena hukum.
- Sedangkan Bab XII Undang-Undang nomor
17 tahun 2012 tentang Perkoperasian mengamanatkan kemungkinan koperasi
melakukan penggabungan atau peleburan. Pasal 101 ayat 1 menyatakan bahwa: “untuk keperluan
pengembangan dan/atau efisiensi satu koperasi atau lebih dapat menggabungkan
diri dengan koperasi lain; atau beberapa koperasi dapat meleburkan diri untuk
membentuk suatu koperasi baru”. Penggabungan dan/atau peleburan sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang nomor 17 tahun 2012 di atas dengan kata lain adalah “merger
dan/atau konsolidasi” antar koperasi. Secara definisi merger koperasi berarti
ada beberapa koperasi menggabungkan diri dengan satu koperasi yang terkuat di
antara mereka, sehingga nantinya berwujud menjadi satu koperasi yang terkuat
tersebut.
- Di dalam Pasal 43 ayat 1 PP No. 24 Tahun 1997 menjelaskan
bahwa perbuatan hukum penggabungan
atau peleburan perseroan atau koperasi ke dalam pemindahan hak tidak harus dibuktikan dengan akta
PPAT. Ditentukan secara tegas bahwa pemindahan hak atas tanah karena
penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang tidak didahului dengan
likuidasi perseroan atau koperasi yang bergabung atau melebur dapat didaftar
berdasarkan akta yang membuktikan terjadinya penggabungan atau peleburan
perseroan atau koperasi yang bersangkutan setelah penggabungan atau peleburan
tersebut disahkan oleh Pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
- Dalam penjelasan Pasal tersebut dinyatakan bahwa
beralihnya hak dalam penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang
tidak didahului dengan likuidasi
terjadi karena hukum. Karena itu cukup ditunjukkan
dengan akta yang membuktikan terjadinya
penggabungan/peleburan tersebut.
b. Peleburan
Peleburan
perusahaan sama halnya dengan penggabungan perusahaan merupakan pengembangan
perusahaan yang sudah ada. Pengembangan dalam arti kualitas ini terjadi karena
ada dua atau lebih perusahaan yang bergabung dan meleburkan diri membentuk
perusahaan baru, sedangkan perusahaan yang lama bubar. Setelah proses
peleburan, aktiva dan pasiva dari perusahaan yang dileburkan beralih menjadi
aktiva dan pasiva perusahaan hasil peleburan. Dengan demikian, perbedaan
prinsipil antara penggabungan dengan peleburan ada pada entitas hukum setelah
proses penggabungan atau peleburan, jika dalam penggabungan entitas hukum yang
dipertahankan adalah salah satu dari entitas hukum yang sebelum proses
penggabungan telah ada, sedangkan pada peleburan entitas hukum yang ada sebelum
proses peleburan tidak ada yang dipertahankan eksistensinya tetapi dibentuk
entitas baru.
-
Pasal 43 ayat (1) PP Pendaftaran Tanah
memasukkan perbuatan hukum peleburan perseroan atau koperasi (khususnya yang
tidak didahului dengan likuidasi) ke dalam pemindahan hak karena tidak harus
dibuktikan dengan akta PPAT. Peralihan hak atas tanah, Hak Pengelolaan atau Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun karena peleburan PT atau koperasi yang tidak
didahului dengan likuidasi PT atau koperasi yang melebur, dapat didaftar
berdasarkan akta yang membuktikan terjadinya penggabungan atau peleburan,
setelah penggabungan atau peleburan tersebut disahkan oleh Pejabat yang
berwenang sesuai ketentuan peartuarn perundang-undangan yang berlaku.[37]
Sedangkan peralihan hak karena peleburan yang didahului dengan likuidasi, didaftarkan
berdasarkan pemindahan hak dalam rangka likuidasi, dengan dibuktikan oleh akta
PPAT yang berwenang.[38]
-
Berdasarkan ketentuan tersebut, PPAT berperan
dalam membuat akta pemindahan hak dalam hal peleburan PT atau koperasi yang
didahului dengan likuidasi. Sedangkan dalam hal peleburan PT atau koperasi yang
tidak didahului dengan likuidasi, di mana pemindahan hak tidak harus dibuktikan
dengan akta PPAT, PPAT dapat membantu proses pendaftaran berubahnya nama pada
sertipikat hak tanah atau satuan rumah susun yang beralih kepada PT baru atau
Koperasi baru, ke Kantor Pertanahan yang berwenang.
[1] Indonesia, Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, PP No. 24, TLN
No. 3696,Ps 1 butir 9.
[2] Ibid, Ps 1 butir 10.
[3] Ibid, Ps 1 butir 11.
[4] Ibid,Ps 12.
[5] Ibid, Ps 1 butir 12.
[6] Wibowo Tunardy,
“Pelaksanaan Pendaftaran Tanah”, <http://www.jurnalhukum.com/pelaksanaan-pendaftaran-tanah>,
diakses pada 13 November 2014, 21.00 WIB.
[7] Indonesia, op.cit., Ps 37 ayat (1).
[9]
Benyamin Asri, S.H. dan Thabrani Asri, S.H., Dasar-Dasar Hukum Waris Barat: Suatu Pembahasan Teoritis dan Praktek, Bandung:
Tarsito,1998, Hlm. 70.
[12]Lihat Pasal 34 ayat
(1) dan (2) UU PT No. 40 Tahun 2007.
[15] Tri Harnowo, https://www.academia.edu/6887892/MERGER_DAN_AKUSISI_Pengertian_Merger, di akses pada tanggal 11 november
2014
[17]Iswi Hariyani, R.
Serfianto D.P. dan Cita Yustisia S., Merger,
Konsolidasi, Akuisisi, &
Pemisahan Perusahaan, Cara Cerdas Mengembangkan & Memajukan
Perusahaan, (Jakarta: Visimedia, 2011), hlm. 2.
[18] Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham
Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat, PP No. 57 Tahun 2010, Ps. 1 ayat (2) dan ayat (6).
[23]
Indonesia, Undang-undang Perseroan
Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, LN No. 106 tahun 2007, TLN No. 4756, Ps. 124.
[24] Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian, UU No. 25
Tahun 1992, LN No. 116 tahun 1992, TLN No. 3502. Mahkamah Konstitusi (MK) pada
tanggal 28 Mei 2014 menyatakan
Undang-Undang No.17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat., dan
oleh karenanya Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian berlaku
untuk sementara waktu sampai dengan terbentuk undang-undang yang baru. http://www.antaranews.com/berita/436287/mk-batalkan-undang-undang-tentang-perkoperasian, diunduh 11 November
2014
[30]
Indonesia, Undang-Undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan,
Undang-Undang Nomor 21 tahun 1997, LN nomor 44 tahun 1997, TLN Nomor 3688,
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Ps. 2 ayat (2)
huruf (a) angka (11).