Search This Blog

Tuesday, 18 November 2014

KEGIATAN PENDAFTARAN TANAH SEHUBUNGAN DENGAN PEMELIHARAAN DATA YURIDIS KARENA DILAKUKANNYA PERALIHAN HAK ATAS TANAH MELALUI PEMASUKAN DALAM PERUSAHAAN (INBRENG) DAN MELALUI PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN PERSEROAN ATAU KOPERASI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Tanah merupakan sumber daya alam yang dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia sebagai kekayaan nasional dalam menyelenggarakan seluruh aktifitas kehidupan rakyat dan memiliki peranan penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Demi menjamin kepastian hukum atas tanah tersebut maka pemerintah berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan kebijakan di bidang pertanahan di Indonesia yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Pendaftaran tanah di Indonesia diatur di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya ditulis PP No.24 Tahun 1997). Pasal 1 angka 1 peraturan tersebut merumuskan mengenai pengertian pendaftaran yakni :
suatu kegiatan yang dilakukan oeh pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat anda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan Hak Milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 PP No. 24 Tahun 1997 tersebut, dijelaskan bahwa pendaftaran tanah merupakan salah satu sarana bagi pemerintah untuk melakukan pendataan atas suatu hak atas tanah. Pendataan ini wajib dilakukan untuk menjamin kepastian kepemilikannya dan tidak menjadi tanah terlantar. Pendaftaran tanah juga berguna untuk menghindari terjadinya kekacauan dalam hal penguasaan hak atas tanah serta memberikan perlindungan hukum bagi yang memiliki dan/atau menguasainya berupa pengakuan dari negara.
Dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA ditentukan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan ketentuan di atas pendaftaran tanah menjamin kepastian hukum yang meliputi kepastian mengenai subjek, objek dan hak atas tanah. Untuk itu pemerintah wajib melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia. Tujuan pendaftaran tanah diatur lebih lanjut dalam Pasal 3 PP No. 24 Tahun 1997 yang menyatakan:
Pendaftaran tanah bertujuan:
1.    untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;
2.   untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan  mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar; untuk terselengaranya tertib administrasi pertanahan.”
Tujuan pendaftaran tanah berdasarkan ketentuan di atas adalah menjamin kepastian hukum. Kepastian hukum yang dimaksud meliputi kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum. Perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah diwujudkan dalam hal penerbitan sertipikat hak atas tanah. Pendaftaran tanah juga bertujuan untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah dan terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Tertib administrasi pertanahan merupakan salah satu tertib dari catur tertib pertanahan yang meliputi tertib hukum pertanahan, tertib administrasi pertanahan, tertib penggunaan tanah dan tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup. Tertib administrasi pertanahan adalah upaya memperlancar setiap usaha dari masyarakat yang menyangkut tanah terutama dengan pembangunan yang memerlukan sumber informasi bagi yang memerlukan tanah sebagai sumber daya, uang dan modal. Menciptakan suasana pelayanan di bidang pertanahan agar lancar, tertib, murah, cepat dan tidak berbelit-belit dengan berdasarkan pelayanan umum yang adil dan merata.
Di dalam Pasal 11 PP No.24 Tahun 1997, dinyatakan bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah dibagi menjadi 2 (dua), antara lain:
a. Pendaftaran tanah untuk pertama kali (initial registration)[1]ntara lain:
Merupakan kegiatan pendaftaran yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum terdaftar. Pendaftaran tanah untuk pertama kalinya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan secara sporadik. Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.[2]  Kegiatan pendaftaran tanah sistematik dilaksanakan berdasarkan rencana kerja dan wilayah yang ditetapkan Menteri. Jika tidak termasuk dalam rencana kerja dan wilayah yang ditetapkan Menteri maka pendaftaran tanahnya dapat dilakukan secara sporadik.
Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massa.[3] Kegiatan pendaftaran ini diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan kepemilikan tanah tersebut, berbeda dengan Pendaftaran Tanah Sistematik yang berjalan berdasarkan rencana kerja Menteri. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi:[4]
1.     pengumpulan dan pengolahan data fisik,.
2.     pembuktian hak dan pembukuannya,.
3.     penerbitan sertifikat,.
4.     penyajian data fisik dan data yuridis;
5.     penyimpanan daftar umum dan dokumen.

b.     Pemeliharaan data tanah (maintenance)[5]
Kegiatan ini adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, daftar surat ukur, buku tanah, dan sertifikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian.
Berdasarkan Pasal 36 PP No. 24 Tahun 1997, pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar. Perubahan fisik terjadi kalau diadakan pemisahan, pemecahan, atau penggabungan bidang-bidang tanah yang sudah didaftar. Perubahan data yuridis terjadi misalnya jika diadakan pembebanan atau pemindahan hak atas bidang tanah yang sudah didaftar. Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan data fisik atau data yuridis tersebut kepada Kantor Pertanahan dan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah.
Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah, terdiri atas:[6]
a.     Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak.
1. pemindahan hak;
2. pemindahan hak dengan lelang;
3. peralihan hak karena pewarisan;
4. peralihan hak karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi;
5. pembebanan hak;
6. penolakan pendaftaran peralihan dan pembebanan hak.

b.     Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya, meliputi:
1.     perpanjangan jangka waktu hak atas tanah;
2.     pemecahan, pemisahan, dan penggabungan bidang tanah
3.     pembagian hak bersama;
4.     hapusnya hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun
5.     peralihan dan hapusnya hak tanggungan;
6.     perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan;
7.     perubahan nama.
Peralihan hak atas tanah, yang dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang.[7] Dengan demikian berarti setiap pemindahan hak, yang dilakukan dalam bentuk jual beli, tukar menukar atau hibah serta pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya harus dibuat di hadapan PPAT. Pemindahan hak ini dalam konsepsi hukum adat adalah suatu perbuatan hukum yang bersifat terang dan tunai. Dengan terang dimaksudkan bahwa perbuatan hukum tersebut harus dibuat di hadapan pejabat yang berwenang yang menyaksikan dilaksanakan atau dibuatnya perbuatan hukum tersebut. Sedangkan dengan tunai diartikan bahwa dengan selesainya perbuatan hukum dihadapan PPAT berarti pula selesainya tindakan hukum yang dilakukan dengan segala akibat hukumnya. Ini berarti perbuatan hukum tersebut tidak dapat dibatalkan kembali, kecuali terdapat cacat cela secara substansi mengenai hak atas tanah (hak milik) yang dialihkan tersebut, atau cacat mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak atas bidang tanah tersebut.
Perbuatan hukum pemindahan hak melalui bentuk pemasukkan dalam perusahaan dan melalui penggabungan atau peleburan perseroan dan koperasi harus diikuti dengan pembuatan akta-akta yang diperlukan, sebagimana telah diatur secara khusus mengenai hal tersebut. Sebagaimana  disebutkan  di atas bahwa dalam perolehan  hak atas tanah, khususnya  dalam  peralihan  hak,  harus  dibuktikan  perbuatan  hukumnya  dengan akta otentik yang diperbuat oleh dan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Berdasarkan uraian diatas tersebut, maka tim penulis tertarik melakukan Penulisan Makalah dengan judul “Kegiatan Pendaftaran Tanah Melalui Pemeliharaan Data Yuridis Sehubungan Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Pemasukkan Dalam Perusahaan (Inbreng) dan Melalui Penggabungan atau Peleburan Perseroan dan/atau Koperasi.”

1.2           Pokok Permasalahan
Sehubungan dengan uraian di atas, pokok permasalahan yang dirumuskan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.       Bagaimana mekanisme perubahan data yuridis sehubungan dengan dilakukannya pemasukkan dalam perusahaan (inbreng) dan penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi?
2.       Bagaimana pemeliharaan data yuridis sehubungan dengan dilakukannya pemasukkan dalam perusahaan (inbreng) dan penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi oleh Kantor Pertanahan?























BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Tugas Pokok dan Wewenang Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Kegiatan Pemeliharaan Data Yuridis sehubungan Peralihan Hak Atas Tanah

Sebagaimana dalam pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya ditulis PP No. 37 Tahun 1998), dijelaskan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya ditulis PPAT) adalah:
Pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta- akta otentik  mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah. Terdapat 2 (dua) PPAT yang dikenal dalam masyarakat yaitu PPAT sementara dan PPAT khusus. PPAT   Sementara   adalah   pejabat   Pemerintah   yang   ditunjuk   karena jabatannya  untuk  melaksanakan  tugas  PPAT  dengan  membuat  akta  PPAT  di daerah yang belum cukup terdapat PPAT (biasanya yang diangkat adalah Camat dan dalam hal tertentu dapat diangkat  Kepala Desa). Sedangkan PPAT Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta tertentu, khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas Pemerintah tertentu.
Tugas pokok PPAT menurut pasal 2 ayat (1) PP No. 37 tahun 1998 adalah membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Pasal 2 ayat (2) PP 37/1998 selanjutnya menjelaskan perbuatan hukum tertentu dalam Pasal 2 ayat (1) tersebut, yaitu : Jual beli, Tukar menukar, Hibah, Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng), Pembagian hak bersama, Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik, Pemberian Hak Tanggungan, dan Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan. Jadi, untuk transaksi pertanahan untuk didaftarkan, harus dilakukan dengan akta PPAT.
Dalam PP No. 24/1997 menyatakan bahwa peralihan hak atas tanah atau perbuatan hukum pemindahan hak lainya hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Hal ini membawa konsekuensi logis bahwa perjanjian yang bermaksud untuk memindahkan hak atas tanah tidak hanya dan tidak harus dibuktikan dengan akta PPAT. Sehingga semua akta otentik maupun surat di bawah tangan mengenai pemindahan hak atas tanah diakui eksistensinya. Sehingga apabila seorang notaris membuat akta tentang pemindahan hak atas tanah ataupun para pihak membuat surat perjanjian pemindahan hak di bawah tangan, hal tersebut sah-sah saja dengan catatan bahwa akta atau pun surat tersebut berlaku untuk kepentingan para pihak saja, karena akta tersebut tidak dapat dijadikan sebagai dasar pencatatan perubahan data yuridis pendaftaran tanah.
Pencatatan perubahan data yuridis ini dimaksudkan untuk memenuhi asas publisitas yang akan melindungi kepentingan pihak ketiga. Jadi sepanjang untuk kepentingan dasar perubahan pendaftaran tanah, maka perjanjian pemindahan hak atas tanah tersebut harus dibuat dalam bentuk akta otentik oleh PPAT.
Pembuatan Akta Peralihan Hak Atas Tanah oleh PPAT meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Blanko dan Tempat Pembuatan Akta Peralihan Hak
a.    Blangko Akta PPAT
o   Akta  PPAT dibuat dengan mengisi blanko akta yang tersedia secara lengkap sesuai dengan petunjuk pengisiannya.
§  Pengisian blanko akta dalam rangka pembuatan akta PPAT, harus dilakukan sesuai dengan kejadian, status dan data yang benar dan didukung oleh dokumen yang menurut pengetahuan PPAT yang bersangkutan adalah benar.
§  Akta PPAT dibuat sebanyak 2 (dua) lembar asli, satu lembar disimpan di kantor PPAT dan satu lembar disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran, sedangkan kepada pihak-pihak yang bersangkutan diberikan salinannya.
§  Apabila akta sudah selesai dibuat, maka satu rangkap akta asli beserta dokumen-dokumen pendukung tersebut disampaikan ke Kantor Pertanahan untuk didaftarkan pemindahan haknya setelah dibuatkan oleh pengantar oleh PPAT. Penyampaian akta ini harus dilakukan oleh PPAT selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditandatanganinya akta yang bersangkutan.
§  Salinan surat pengantar PPAT yang telah dibubuhi tanda terima petugas Kantor Pertanahan harus disampaikan oleh PPAT kepada calon penerima hak sehingga ia mengetahui bahwa berkas pemindahan hak atas tanahnya telah disampaikan.

b.     Tempat Pembuatan Akta PPAT
-      PPAT melaksanakan tugas pembuatan akta PPAT di kantornya dengan dihadiri oleh para pihak dalam perbuatan hukum yang bersangkutan atau kuasanya sesuai ketentuan yang berlaku.
-      PPAT dapat membuat akta di luar kantornya hanya apabila salah sau pihak dalam perbuatan hukum atau kuasanya yang sesuai ketentuan yang berlaku harus hadir tidak dapat datang di kantor PPAT karena alasan yang sah, dengan ketentuan bahwa para pihak harus hadir dihadapan PPAT ditempat pembuatan akta tersebut.

2. Materi Pembuatan Akta Peralihan Hak
Secara teknis terdapat hal-hal yang harus diperhatikan oleh PPAT dalam pembuatan akta pemindahan hak atas tanah, antara lain yang berkaitan dengan :
a.     Subyek, antara lain meliputi :
·      Para pihak harus tidak ada hubungan keluarga dengan PPAT, baik sedarah/semenda dalam garis lurus tanpa pembatas dan kesamping sampai derajat kedua, baik bertindak sendiri atau melalui kuasa.
·      PPAT sendiri, isteri atau suaminya tidak boleh menjadi pihak dalam akta, baik bertindak sendiri atau melalui kuasa.
·      Penghadap cakap dan berwenang (baik dalam harta bawaan maupun dalam harta gono gini). Hal ini terkait dengan pengertian “cakap hukum dan dewasa hukum” serta kewenangan terhadap suatu harta terkait dengan ketentuan KUHPerdata maupun UU Perkawinan. Sehingga harus diteliti benar ada tidaknya perjanjian kawin tentang pemisahan harta apabila perbuatan hukum pemindahan hak itu tidak diperlukan peretujuan dari suami atau istri penjual atau penghibah.
·      Pembuatan akta PPAT tersebut harus disaksikan oleh 2 (dua) orang yang memenuhi syarat menurut peraturan perundang-undangan. Dilarang sebagai saksi bila terhadap para pihak memiliki hubungan sebagai suami, istri, atau memiliki hubungan darah dalam garis keturunan lurus dalam derajad tak terbatas dan ke samping sampai derajat 2 (dua).

b.  Obyek, antara lain meliputi :
·      Obyek (hak atas tanah/hak milik atas rumah susun) harus berada di wilayah kerja PPAT bersangkutan.
·      Untuk pemindahan atas sebagian hak atas tanah, harus dimohonkan pengukurannya terlebih dahulu sehingga diketahui luas dan Nomor Induk Bidangnya. Hal ini untuk memenuhi asa spesialitas atas obyek pemindahan hak. Juga dimaksudkan agar penghitungan pajak-pajaknya tidak mengalami kesalahan.
·      Terkait dengan tanah pertanian atau tanah yang dalam sertipikatnya terdapat keterangan bahwa untuk dapat dipindahtangankan harus memperoleh ijin dari pejabat yang berwenang, maka ijin tersebut harus sudah diperoleh terlebih dahulu.
·      Khusus untuk tanah pertanian, maka calon penerima hak harus berdomisili di kecamatan letak tanah atau kecamatan yang berbatasan dengan letak tanah, calon penerima hak harus sudah dewasa dengan pengertian dapat mengerjakan tanah tersebut secara efektif, calon penerima hak tidak boleh mengakibatkan pemilikan bersama kecuali oleh suami istri dan dengan pemindahan hak tersebut tidak mengakibatkan pemilikan yang melebihi ketentuan maksimum pemilikan tanah pertanian.

c.       Isi Akta, antara lain meliputi :
·      Komparasi akta; komparasi akta harus menguraikan secara jelas para penghadap dalam kapasitasnya masing-masing. Untuk badan hukum harus diuraikan syarat status badan hukum tersebut diperoleh, misalnya untuk perseroan terbatas status badan hukum diperoleh apabila akta pendiriannya sudah disahkan oleh menteri hukum dan perundangan, badan hukum  koperasi status badan hukum diperoleh apabila akta pendiriannya sudah disahkan oleh pejabat departemen koperasi dan sebagainya. Harus diperhatikan unsur-unsur badan hukum yang bersangkutan dan kapasitasnya sesuai dengan anggaran dasarnya.
·      Akta PPAT seharusnya dibacakan/dijelaskan isinya  kepada para pihak dengan dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi, sebelum ditandatangani seketika itu juga oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT (Pasal 22 PP No. 37 Tahun 1998). Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari apabila terjadi pemalsuan tandatangan para pihak dan dapat merugikan pembeli yang beritikad baik.

d.       Dokumen pendukung lainnya, antara lain meliputi :
·      Identitas penghadap, dapat berupa KTP atau Paspor;
·      Kartu Keluarga, ini untuk membuktikan bahwa pemberi persetujuan terhadap pemindahan hak atas tanah milik bersama benar-benar suami atau istri yang sah;
·      Surat Kuasa apabila perbuatan hukum pemindahan hak tersebut dikuasakan;
·      Surat Perwalian apabila kapasitas penghadap adalah sebagai wali;
·      Surat pernyataan dari calon penerima hak yang isinya bahwa dengan pemindahan hak tersebut tidak melanggar ketentuan Landreform;
·      Meminta Surat Pernyataan dari pemegang hak bahwa tanahnya tidak dalam sengketa dan tidak sedang dijaminkan/diagunkan.
·      SPPT PBB tahun berjalan, diperlukan untuk penghitungan pajak BPHTB maupun pajak penghasilannya;
·      Surat Setoran BPHTB; Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan BPHTB(misalnya jual beli, besarnya= 5% x (NPOP – NPOPTKP)
·      Surat Setoran PPh; (contoh Pajak Penghasilan untuk jual beli = 5% x Nilai Pengalihan)
·      Surat permohonan pemindahan hak atas tanah kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat.

3.     Penolakan Pembuatan Akta  Peralihan Hak
(1)    Dalam pasal 39 PP 24/1997 dinyatakan bahwa, PPAT dapat menolak untuk membuat akta, jika :
a.       mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertipikat asli hak yang bersangkutan, atau sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan; atau
b.        mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak disampaikan:
·      Surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1) (berupa alat bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya dianggap cukup) atau surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (2); dan
·      Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertipikat  dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan;
·      Salah satu dari para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau salah satu saksi tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk bertindak demikian; atau
·      Salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa mutlak yang pada hakekatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak; atau
·      Untuk perbuatan hukum yang dilakukan belum diperoleh Ijin Pejabat atau instansi yang berwenang, apabila ijin tersebut diperlukan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau
·      Obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data fisik dan atau data yuridisnya; atau
·      Tidak dipenuhi syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
c.     Penolakan untuk membuat akta tersebut diberitahukan secara tertulis kepada pihak-pihak yang bersangkutan disertai alasannya.

2.2  Peralihan Hak atas Tanah Melalui Pemasukan dalam Perusahaan (Inbreng)

Undang-undang tidak memberikan perumusan tentang apa yang dimaksud dengan inbreng. Pengertian inbreng ditemukan dari pendapat para ahli sebagai berikut:
1.    Vegeens Opemheim
Menurutnya, inbreng adalah memperhitungkan kembali hibah-hibah yang diberikan pewaris kepada ahli warisnya, ke dalam warisan, agar pembagian warisan di antara para ahli waris menjadi lebih merata.[8]

2.    Benyamin Asri dan Thabrani Asri
Yang dimaksud dengan inbreng adalah pemasukan suatu hibah atau wasiat yang pernah diberikan, utnuk diperhitungkan sebagai harta peninggalan (harta warisan), dengan maksud agar terdapat keseimbangan/pemerataan di dalam pembagian harta peninggalan di antara para ahli waris si pemberi hibah.[9]

3.    Oemarsalim
Memperhitungkan pemberian benda-benda yang dilaksanakan oleh orang yang meninggalkan harta warisan pada waktu ia masih hidup kepada para ahli waris.[10]

Pelaksanaan menjalankan usaha dengan bentuk Perseroan Terbatas banyak mengalami berbagai masalah yang disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah ketika mengalami kesulitan keuangan.  Sehubungan dengan hal itu, peraturan perundang-undangan memberikan kewenangan kepada Direksi untuk dapat melakukan penambahan modal dalam bentuk tunai maupun bentuk lainnya.
Berdasarkan pasal 34 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya ditulis UU PT), penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya. Yang dimaksud bentuk lainnya yaitu:
a.     baik berupa benda berwujud maupun benda tidak berwujud;
b.    dapat dinilai dengan uang;
c.     secara nyata telah diterima oleh Perseroan;
d.    penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang harus disertai rincian yang menerangkan nilai atau harga, jenis atau macam, status, tempat kedudukan, dan lain-lain yang dianggap perlu demi kejelasan rnengenai penyetoran tersebut.

Untuk penyetoran dalam bentuk benda tidak bergerak, peraturan perundang-undangan. mengatur bahwa inbreng tersebut harus dituangkan ke dalam Akta Pemasukan Ke Dalam Perusahaan (Inbreng). Perjanjian pemasukan (inbreng) yang dituangkan kedalam akta Inbreng yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut sudah memenuhi ketentuan pasal 1320 KUHPerdata sehingga perjanjian inbreng yang telah disepakati para pihak adalah sah dan mengikat, dan untuk mengadakan perjanjian inbreng dengan pihak lain, bank tidak memerlukan dari izin dari yang berwenang karena mengadakan perjanjian inbreng adalah kewenangan Direksi Perseroan sebagai organ Perseroan.
Dalam hal ini, penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan Perseroan (pasal 34 ayat (2)UU PT). Apabila penyetoran saham dimaksud dalam bentuk benda tidak bergerak, harus diumumkan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah akta pendirian ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut (pasal 34 ayat [3] UU PT). Peningkatan modal selain saham yang disetor dalam bentuk uang, bisa juga dengan inbreng atau pemasukan dalam perusahaan; yaitu memasukkan barang sebagai modal, dinilai dengan uang dan dijadikan saham. 
Inbreng dilakukan dengan cara pelepasan hak, yang aktanya berasal dari 2 Badan Hukum yang telah disepakati, jika sudah di sepakati akan dilakukan pembuatan akta bersama dengan cara penurunan hak. Jika penurunan hak sudah dilengkapi maka, di buatlah sertifikat Hak Milik dan Hak Guna Bangunan untuk membuat akta penggabungan supaya inbreng ini dapat dilakukan.
Namun pada kenyataannya, peristiwa pendaftaran pemindahan hak karena pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng) sering kali mendapatkan masalah di akta pendaftarannya. Ada peristiwa inbreng yang salah satu perusahaannya tidak dilengkapi dengan akta PPAT tetapi dapat diteruskan ke dalam peristiwa inbreng tidak jelas bagaimana izin pemindahan haknya, namun perusahaan tersebut bisa dikatakan sebagai perusahaan valid yang bergabung menjadi satu, yang sebelumnya memiliki masing-masing akta yang berbeda. Hal ini tentu bertentangan dengan Pasal 37 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang intinya mengatakan bahwa peristiwa jual beli, tukar menukar, dan pemasukan ke dalam perusahaan, harus di sertai dengan Akta PPAT baru dapat dianggap peristiwa yang sah.
Untuk membuat Akta pemindahan atau pembebanan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dan mendaftarnya tidak diperlukan izin pemindahan hak, kecuali sebagai berikut:
1.     Pemindahan atau pembebanan hak atas tanah atau hak milik atas rumah susun yang di dalam sertifikatnya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan apabila telah diperoleh izin dari instansi yang berwenang.
2.     Pemindahan atau pembebanan hak pakai atas tanah negara.[11]

Dengan sertifikat tanah, maka jelaslah tanah tersebut ada pemiliknya. Demikian pula pendaftaran yang dilakukan atas hak seseorang, mencegah mengklaim seseorang atas tanah, kecuali memang dia lebih berhak dan dapat mengajukan ke pengadilan negeri setempat dengan membuktikan tentang kebenaran haknya itu sesuai dengan asas pendaftaran tanah yang negatif dianut dalam PP Nomor 24 Tahun 1997.
Pemasukan dalam perusahaan atau Inbreng terkait dengan perbuatan hukum yang berupa penyerahan hak atas tanah dari orang perorangan atau badan hukum yang dihitung sebagai modal/saham (pemasukan) ke dalam Perseroan. Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya. Dalam hal penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk lain, penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan Perseroan.[12]
Tata Cara Pencatatan Akta Pemasukan dalam Perusahaan (Inbreng) yakni Pada dasarnya proses dan perlakukan pajak untuk peralihan hak atas tanah dengan cara Inbreng ini sama dengan peralihan hak atas tanah dengan mekanisme jual beli. Artinya, pihak yang menyerahkan tanah tersebut tetap dikenakan pajak penghasilan sebesar 5% seperti halnya pada jual beli biasa. Karena diasumsikan dari penyerahan tanah dengan cara Inbreng tersebut, pihak yang menyerahkan tanah tetap mendapat keuntungan berupa saham yang nilainya sama dengan nilai tanah yang diserahkan.Di pihak lain, perusahaan atau perseroan selaku penerima tanah tersebut tetap dikenakan BPHTB dengan perhitungan yang sama dengan pada jual beli.

Adapun prosesnya adalah sebagai berikut :
1.     Penyerahan tanah oleh pendiri perseroan;
2.     Dilakukan penilaian atas harga tanah yang oleh appraisal;
3.     Pengumuman di surat kabar.
Tujuan dari pengumuman ini adalah agar diketahui umum dan memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan untuk dapat mengajukan keberatan atas penyerahan benda tersebut sebagai setoran modal saham, misalnya ternyata diketahui benda tersebut bukan milik penyetor.[13]
4.       Pembayaran pajak PPh dan BPHTB.
Perhitungan pajak sama dengan pada proses jual beli biasa.
5.     Pembuatan akta Inbreng di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah setempat.
Sejak dilaksanakannya penanda-tanganan akta Inbreng tersebut, maka otomatis hak atas tanah tersebut sudah beralih dari pihak yang menyerahkan tanah ke perseroan. Dengan demikian, jika ada perbuatan hukum untuk menyewakan ataupun membebani tanah tersebut dengan Hak Tanggungan, maka yang bertindak mewakili pemilik adalah Direksi Perseroan.
6.     Pendaftaran dan balik nama pada Kantor Pertanahan setempat.
Proses berlangsung dalam waktu kurang lebih 5 hari.[14]

Sedangkan tata cara pendaftaran peralihan hak atas tanah melalui pemasukan dalam perusahaan (inbreng) adalah sebagai berikut:
a.     Persyaratan pemasukan kedalam perusahaan / inbreng tanah:
1.     Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai cukup.
Formulir permohonan berisi :
                                        i.             Identitas diri
                                      ii.             Luas, letak dan penggunaan tanah yang dimohon
                                     iii.             Pernyataan tanah tidak sengketa
                                     iv.             Pernyataan tanah dikuasai secara fisik
2.     Surat Kuasa apabila dikuasakan
3.     Fotocopy identitas pemohon/pemegang dan penerima hak (KTP) serta kuasa apabila dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket.
4.     Fotocopy Akta Pendirian dan Pengesahan Badan Hukum yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket.
5.     Sertipikat asli.
6.     Surat Pengantar dari PPAT.
7.     Akta Pemasukan ke dalam perusahaan dari PPAT.
8.     Ijin Pemindahan Hak, jika :
·      Pemindahan hak atas tanah atau hak milik atas rumah susun yang di dalam sertipikatnya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan apabila telah diperoleh izin dari instansi yang berwenang.
·      Pemindahan hak pakai atas tanah Negara.
9.       Foto copy SPPT PBB tahun berjalan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket, penyerahan bukti SSB (BPHTB) dan bukti SSP/PPH untuk perolehan tanah.
10.    Waktu: 5 (lima) hari

b.     Tahapan  Pendaftaran Hak Di Kantor pertanahan :
1.       Mengisi formulir pendaftaran, setelah selesai kemudian menyerahkan dokumean yang dibawa serta formulir pendaftaran ke petugas loket II untuk diperiksa kelengkapannya.
2.       Setelah diteliti kelengkapannya oleh petugas loket II pemohon diberi tanda terima sebagai bukti penerimaan dan membuat Surat Perintah Setor (SPS) lalu SPS dibawa pemohon ke loket III untuk membayar biaya tersebut.
3.       Loket III menerima uang SPS dari pemohon dan membuatkan kuitansi sebagai tanda bukti penerimaan uang permohonan dan memberikan kuitansi kepada pemohon sebagai tanda bukti pembayaran serta meneruskan salinannya ke loket II.
4.       Setelah diteliti kelengkapannya oleh petugas loket II pemohon diberi tanda terima berkas.
5.       Proses selanjutnya adalah dokumen tadi diserahkan ke petugas pelaksana untuk diteliti ulang kelengkapannya dan di sahkan, kemudian diserahkan ke Kasubsi Peralihan Hak dan PPAT untuk ditandatangani dan disahkan, kemudian diserahkan ke Kasi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah untuk di tanda tangani, kemudian diserahkan ke Kepala Kantor tanah untuk ditandatangani dan disahkan setelah itu diserahkan kembali ke petugas loket IV untuk pengambilan produk.

2.3  Peralihan Hak atas Tanah Melalui Penggabungan atau Peleburan Perseroan atau Koperasi
2.3.1      Peralihan Hak atas Tanah melalui Penggabungan (Merger) Perseroan atau Koperasi
Istilah merger berasal dari kata “merge” yang berarti menggabungkan atau memfusikan. Merger lebih dikenal di dalam bidang manajemen, karena istilah ini selalu dikaitkan dengan strategi manajemen dalam rangka pengembangan atau perluasan suatu usaha, termasuk di dalamnya usaha-usaha untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam perusahaan seperti kurangnya modal dan sumber daya manusia. Istilah lain yang sering dipakai dalam literatur manajemen adalah kombinasi bisnis (business combination), yaitu suatu transaksi yang berkaitan dengan kombinasi atau penggabungan badan usaha antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Kombinasi bisnis biasa dialakukan melalui merger, konsolidasi dan akuisisi.[15]
Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak menggunakan istilah merger, konsolidasi, atau akuisisi, melainkan menggunakan istilah penggabungan untuk merger, peleburan untuk konsolidasi dan, pengambilalihan (acquisition) untuk akuisisi saham.
Pengertian penggabungan yang dikemukakan pada pasal 1 angka 9 UUPT 2007 berbunyi:
“Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.[16]

Bab XII Undang-Undang nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian mengamanatkan kemungkinan koperasi melakukan penggabungan atau peleburan. Pasal 101 ayat 1 menyatakan bahwa: “untuk keperluan pengembangan dan/atau efisiensi satu koperasi atau lebih dapat menggabungkan diri dengan koperasi lain; atau beberapa koperasi dapat meleburkan diri untuk membentuk suatu koperasi baru”.
Penggabungan dan/atau peleburan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang nomor 17 tahun 2012 di atas dengan kata lain adalah “merger dan/atau konsolidasi” antar koperasi. Secara definisi merger koperasi berarti ada beberapa koperasi menggabungkan diri dengan satu koperasi yang terkuat di antara mereka, sehingga nantinya berwujud menjadi satu koperasi yang terkuat tersebut.
Sejumlah ahli menyatakan bahwa banyak manfaat yang bisa diperoleh oleh badan usaha-badan usaha yang melakukan merger/konsolidasi, tak terkecuali koperasi. Beberapa manfaat tersebut antara lain: Pertama, meningkatkan pendapatan koperasi karena melakukan pemasaran yang lebih baik serta pendapatannya terdiversifikasi. Kedua, koperasi akan mengalami efisiensi dalam berbagai biaya operasi dibanding dengan beberapa koperasi yang terpisah. Berbagai biaya pemasaran, SDM, biaya iklan, serta biaya lainnya bisa dipangkas.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 terdapat satu pasal yang mengatur tentang peralihan hak atas tanah melalui penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi, yaitu pasal 43 yang berbunyi :
(1)  Peralihan hak atas tanah, hak pengelolaan, atau hak milik atas satuan rumah susun karena penggabungan atau peleburan persrroan atau koperasi yang tidak didahului dengan likuidasi perseroan atau koperasi yang bergabung atau melebur dapat didaftar berdasarkan akta yang membuktikan terjadinya penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang bersangkutan setelah penggabungan atau peleburan tersebut disahkan oleh Pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)  Peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang didahului dengan likuidasi perseroan atau koperasi yang bergabung atau melebur didaftar berdasarkan pemindahan hak dalam rangka likuidasi yang dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 ayat (1).

Dari pengertian-pengertian tersebut diatas dapat dilihat unsur-unsur dalam merger, yaitu:
1.     Penggabungan perusahaan setidaknya melibatkan dua pihak perusahaan, yaitu yang menerima penggabungan dan pihak perusahaan yang digabungkan atau menggabungkan diri.
2.     Perusahaan yang menerima penggabungan akan menerima atau mengambil alih seluruh hak dan kewajiban, aktiva dan pasiva dari target company.
3.     Perusahaan yang digabungkan akan hilang statusnya sebagai perusahaan karena hukum.

Di dalam Pasal 43 ayat 1 PP No. 24 Tahun 1997 menjelaskan bahwa perbuatan hukum penggabungan  atau peleburan perseroan atau koperasi  ke dalam pemindahan hak tidak harus dibuktikan dengan akta PPAT. Ditentukan secara tegas bahwa pemindahan hak atas tanah karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang tidak didahului dengan likuidasi perseroan atau koperasi yang bergabung atau melebur dapat didaftar berdasarkan akta yang membuktikan terjadinya penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang bersangkutan setelah penggabungan atau peleburan tersebut disahkan oleh Pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam penjelasan Pasal tersebut dinyatakan bahwa beralihnya hak dalam penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang tidak didahului dengan likuidasi  terjadi  karena  hukum. Karena itu cukup ditunjukkan dengan akta yang membuktikan terjadinya  penggabungan/peleburan tersebut. 
Dalam Pasal 113 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 tahun 1997, sangat jelas diuraikan bahwa permohonan peralihan suatu hak atas tanah karena adanya penggabungan atau  peleburan perseroan atau koperasi yang dilakukan tidak dengan likuidasi diajukan oleh direksi perseroan, atau pengurus koperasi hasil penggabungan, atau peleburan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar perseroan atau koperasi tersebut, dengan dilengkapi dokumen sebagai berikut:
a.     Sertipikat Hak Milik atas tanah, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, atau Hak Pengelolaan,  atau dalam hal hak atas tanah yang belum  terdaftar,  bukti pemilikan  tanah sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 24 Peraturan  Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997;
b.     Akta penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi;
c.     Pernyataan dari direksi perseroan atau pengurus koperasi hasil penggabungan atau peleburan bahwa penggabungan atau peleburan tersebut telah dilaksanakan tidak dengan likuidasi;
d.     Anggaran dasar dari perseroan / koperasi hasil penggabungan  / peleburan telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
e.     Anggaran  dasar dari masing-masing  perseroan  / koperasi  yang bergabung  /melebur.


2.3.2      Peralihan Hak atas Tanah melalui Peleburan (Konsolidasi) Perseroan atau Koperasi
Konsolidasi atau peleburan, selain dapat diterapkan oleh PT, dapat pula dilakukan oleh perusahaan berbadan hukum koperasi.[17]  Peleburan dapat dilakukan pula oleh perusahaan yang tidak berbadan hukum, karena peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua badan usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu badan usaha baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari badan usaha yang meleburkan diri dan status badan usaha yang meleburkan diri berakhir karena hukum, sedangkan badan usaha adalah perusahaan atau bentuk usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum, yang menjalankan suatu jenis usaha yang bersifat tetap dan terus-menerus dengan tujuan untuk memperoleh laba.[18]  Namun demikian, peleburan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dengan status badan hukum yang sama, yaitu perusahaan berbadan hukum dengan perusahaan berbadan hukum.
Peleburan atau konsolidasi juga hanya dapat dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dengan bentuk badan hukum yang sama. PT hanya bisa melakukan konsolidasi dengan PT, koperasi hanya bisa melakukan konsolidasi dengan koperasi.[19] Di samping itu, konsolidasi selalu diikuti dengan pengalihan aset.[20] Pengalihan aset demikian ditandai dengan peralihan hak, berupa hak atas tanah, Hak Pengelolaan atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun. Peralihan hak-hak tersebut diakibatkan oleh peleburan PT-PT atau beberapa Koperasi yang tidak didahului dengan likuidasi, maupun yang diakibatkan oleh peleburan PT-PT atau beberapa Koperasi yang didahului dengan likuidasi.[21]
Peleburan perusahaan sama halnya dengan penggabungan perusahaan merupakan pengembangan perusahaan yang sudah ada. Pengembangan dalam arti kualitas ini terjadi karena ada dua atau lebih perusahaan yang bergabung dan meleburkan diri membentuk perusahaan baru, sedangkan perusahaan yang lama bubar. Setelah proses peleburan, aktiva dan pasiva dari perusahaan yang dileburkan beralih menjadi aktiva dan pasiva perusahaan hasil peleburan. Dengan demikian, perbedaan prinsipil antara penggabungan dengan peleburan ada pada entitas hukum setelah proses penggabungan atau peleburan, jika dalam penggabungan entitas hukum yang dipertahankan adalah salah satu dari entitas hukum yang sebelum proses penggabungan telah ada, sedangkan pada peleburan entitas hukum yang ada sebelum proses peleburan tidak ada yang dipertahankan eksistensinya tetapi dibentuk entitas baru.[22]
Bahwa perbedaan antara penggabungan dan peleburan adalah sangat tipis, telah disadari oleh pembentuk Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”), dan karenanya pembentuk undang-undang mencantumkan Pasal 124 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan ketentuan tentang penggabungan secara mutatis dan mutandis berlaku juga bagi peleburan perusahaan.[23]  Dari definisi peleburan PT  dalam UUPT, maka dapat disimpulkan bahwa PT yang meleburkan diri berakhir karena hukum, dan menurut Pasal 122 ayat (2) UUPT bahwa berakhirnya PT tersebut terjadi tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu. Waktu pengakhiran PT yang meleburkan diri terhitung bubar sejak tanggal akta pendirian PT hasil peleburan disahkan oleh menteri.  Pasal 122 ayat (3) UUPT menyebutkan pada pokoknya bahwa dalam hal berakhirnya PT yang terjadi tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu, maka berakibat pada:
a.       aktiva dan pasiva PT yang meleburkan diri beralih karena hukum kepada PT yang menerima PT hasil peleburan;
b.       pemegang saham PT yang meleburkan diri karena hukum menjadi pemegang saham PT yang menerima PT hasil peleburan; dan
c.       PT yang meleburkan diri berakhir karena hukum terhitung sejak tanggal peleburan mulai berlaku.
d.       Konsolidasi atau peleburan koperasi dimungkinkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.[24] Satu koperasi bersama koperasi lainnya dapat meleburkan diri dengan membentuk koperasi baru, untuk keperluan pengembangan dan efisiensi usaha.[25] Adapun aturan dan tata cara mengenai peleburan atau konsolidasi koperasi diatur dalam Peraturan Menteri Negara Koperasi, dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 19/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 15/Per/ M.KUKM/XII/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 19/ Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi  (“Permen Peleburan Koperasi”) dan Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Republik Indonesia Nomor 361/KEP/M/II/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan dan Peleburan Koperasi (“Kepmen Peleburan Koperasi”). Menurut Permen Peleburan Koperasi, dua atau lebih Koperasi dapat melakukan peleburan dengan cara membubarkan diri dan membentuk 1 (satu) Koperasi baru.[26]  Dengan melakukan konsolidasi, jumlah anggota serta aset koperasi menjadi lebih besar, dan jenis usaha menjadi lebih luas.

Di antara aset yang beralih dari PT-PT atau beberapa koperasi yang bersama-sama meleburkan diri ke dalam PT Baru atau Koperasi Baru, sangatlah mungkin terdapat aset berupa tanah dan bangunan dan atau satuan rumah susun (hunian ataupun non-hunian) yang beralih demi hukum kepada PT Baru atau Koperasi Baru. Selanjutnya akan dijelaskan tahap peralihan hak atas tanah dan bangunan dan atau satuan rumah susun, serta peranan PPAT dalam proses peralihan hak atas tanah dan bangunan dan atau satuan rumah susun, dari PT-PT atau beberapa koperasi yang bersama-sama meleburkan diri ke dalam PT Baru atau Koperasi Baru, kepada PT Baru atau Koperasi Baru itu sendiri.

Berikut ini adalah tahapan yang harus dilaksanakan PT-PT yang akan melakukan peleburan:
a.       Rancangan peleburan
Direksi pada PT-PT yang akan meleburkan diri harus menyusun rancangan peleburan. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 123 ayat (1) UUPT. Berdasarkan Pasal 124 UUPT, ketentuan yang terdapat dalam Pasal 123 UUPT tentang rancangan penggabungan, berlaku juga bagi PT-PT yang akan meleburkan diri.
b.       Persetujuan RUPS
Rancangan peleburan tersebut setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris dari setiap PT diajukan kepada Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) masing-masing untuk mendapat persetujuan. Keputusan RUPS mengenai peleburan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan 87 ayat (1) dan Pasal 89 UUPT yaitu berdasarkan musyawarah untuk mufakat dan disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan RUPS yang lebih besar. Bagi PT-PT tertentu yang akan melakukan peleburan selain berlaku ketentuan dalam UUPT, perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu dari instansi terkait sesuai dengan Peraturan perundang-undangan. Setiap perbuatan hukum peleburan wajib memperhatikan kepentingan:
a.      PT, pemegang saham minoritas, karyawan PT;
b.     Kreditor dan mitra usaha lainnya dari PT; dan
c.     masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha
Menurut Pasal 126 ayat (2) UUPT beserta penjelasannya, pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS mengenai peleburan hanya boleh menggunakan haknya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 62 UUPT. Pemegang saham yang tidak menyetujui peleburan berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli sesuai harga wajar saham dari Perseroan sebagaimana yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 123 ayat (2) huruf c dan Pasal 125 ayat (6) huruf d UUPT. Adapun pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud diatas tidak menghentikan proses pelaksanaan peleburan.
c.       Pengumuman ringkasan rancangan
Selanjutnya Pasal 127 ayat (2) UUPT mengatur bahwa, Direksi wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari PT-PT yang akan melakukan peleburan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS. Pengumuman sebagaimana dimaksud tersebut memuat juga pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan dapat memperoleh rancangan peleburan tersebut di kantor PT terhitung sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan. Pasal 33 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas (“PP 27/1998”) mengatur juga bahwa, Direksi PT-PT yang akan melakukan peleburan wajib untuk menyampaikan rancangan peleburan kepada seluruh kreditor dengan surat tercatat paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.
d.       Pengajuan keberatan kreditor
Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada PT-PT yang bermaksud meleburkan diri dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman mengenai peleburan sesuai dengan rancangan tersebut (Pasal 127 ayat (4) UUPT). Apabila dalam jangka waktu tersebut kreditor tidak mengajukan keberatan, kreditor dianggap menyetujui peleburan tersebut. Jika, keberatan kreditor sampai dengan tanggal diselenggarakan RUPS tidak dapat diselesaikan oleh Direksi, keberatan tersebut harus disampaikan dalam RUPS guna mendapat penyelesaian. Selama masa penyelesaian belum tercapai, peleburan tidak dapat dilaksanakan.
e.       Pembuatan akta peleburan di hadapan Notaris
Menurut Pasal 128 ayat (1) menyatakan, Rancangan Peleburan yang telah disetujui RUPS dituangkan ke dalam akta peleburan yang dibuat dihadapan notaris dalam Bahasa Indonesia. Akta peleburan tersebut menjadi dasar pembuatan akta pendirian PT Baru hasil peleburan.
f.        Permohonan kepada Menteri
Salinan akta peleburan dilampirkan pada pengajuan permohonan untuk mendapatkan keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum PT Baru hasil peleburan.
g.       Pengumuman hasil peleburan
Menurut Pasal 133 ayat (1) UUPT, direksi PT Baru hasil peleburan wajib mengumumkan hasil peleburan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya peleburan.

Adapun tahap-tahap atau tata cara beberapa Koperasi meleburkan diri ke dalam suatu koperasi baru adalah sebagai berikut:[27]
1.       Tahap Pertama
Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap pertama dalam melakukan peleburan koperasi sebagai berikut:
a.     Pengurus koperasi yang akan melaksanakan peleburan koperasi mengadakan pertemuan untuk memperoleh kesepakatan terhadap rencana peleburan koperasi dan hasil pertemuan tersebut dituangkan dalam Berita Acara Rapat Peleburan.
b.       Pengurus koperasi yang akan melaksanakan peleburan koperasinya memberikan penerangan kepada anggotanya masing-masing dan pihak-pihak terkait mengenai maksud dan tujuan melaksanakan peleburan tersebut.
c. Pengurus koperasi yang akan melaksanakan peleburan koperasi melakukan kegiatan sebagai berikut:
1) Melakukan penelitian terhadap neraca, administrasi organisasi, dan usaha masing-masing koperasi yang akan melaksanakan peleburan.
2) Melakukan pengkajian tentang berbagai kemungkinan yang akan terjadi dengan adanya peleburan koperasi tersebut.
3) Merumuskan kegiatan pokok yang harus dilaksanakan agar peleburan koperasi dapat berlangsung tertib, rnengandung kepastian hukum dan berhasil dengan baik.
d. Koperasi yang akan melaksanakan peleburan melalui Rapat Anggota menetapkan hal-hal sebagai berikut :
1) Menunjuk wakil yang diberi kuasa untuk duduk dalam Panitia Peleburan yang diberi wewenang menanda tangani perjanjian peleburan serta melaksanakan tugas yang berhubungan dengan pelaksanaan peleburan tersebut.
2) Menetapkan rencana tentang penyatuan dan pemindahan aktiva dan pasiva koperasi yang bersangkutan yang akan diusulkan dalam rapat peleburan.
3)  Menetapkan rencana tentang tata cara penyelesaian kepada kreditur  pembayaran simpanan anggota dan ganti rugi kepada pihak ketiga, yang akan diusulkan dalam rapat peleburan.
e. Pengurus koperasi yang akan melaksanakan peleburan menyampaikan salinan keputusan Rapat Anggota tersebut kepada anggota masing-masing, kreditur dan pihak terkait serta pejabat Depkop dan PPK dalam rangka pemberitahuan tentang status koperasi yang akan melakukan peleburan.
f. Pengurus koperasi yang akan melaksanakan peleburan mengumumkan keputusan Rapat Anggota tersebut pada Kantor Kelurahan/Desa, Kecamatan setempat, atau media masa paling lambat 2 (dua) minggu sejak tanggal Keputusan Rapat Anggota.
g.    Setiap anggota koperasi yang akan melaksanakan peleburan yang tidak bersedia menjadi anggota koperasi hasil peleburan, menyampaikan secara tertulis kepada pengurus koperasi masing-masing dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah ia menerima salinan Keputusan Rapat Anggota Khusus Peleburan
h. Setiap kreditur koperasi dapat menyampaikan keinginannya secara tertulis untuk menagih kembali sejumlah uang yang menjadi haknya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud huruf g tersebut pada pengurus koperasi disertai bukti-bukti tertulis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tembusan kepada pejabat.
i. Pihak-pihak lain yang karena perubahan status tersebut, mengalami kerugian, dapat mengajukan permintaan ganti rugi dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan setelah adanya keputusan Rapat Anggota. Usul penggantian kerugian tersebut ditujukan kepada koperasi yang bersangkutan disertai tembusan kepada pejabat dengan bukti-bukti tertulis, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.     Tahap Kedua
a.       Setelah Kegiatan pada tahap pertama diselesaikan, maka pada tahap kedua diselenggarakan rapat peleburan koperasi yang dihadiri kuasa dari masing-masing koperasi yang akan melaksanakan peleburan.
b.     Rapat Peleburan memutuskan tentang:
1) Susunan panitia peleburan yang keanggotaannya berasal dari masing-masing koperasi yang akan melaksanakan peleburan.
2) Tata cara penggabungan keanggotaan dari masing-masing koperasi yang akan melaksanakan peleburan kepada koperasi baru.
3) Tata cara penggabungan aset dan kewajiban koperasi yang akan melaksanakan peleburan kepada koperasi baru.
c.     Panitia peleburan yang telah terbentuk mempunyai tugas:
1) Membuat rancangan perjanjian peleburan koperasi.
2) Menetapkan status koperasi-koperasi yang meleburkan diri tersebut dengan diberikan status sebagai TPK dan koperasi baru.
3) Menetapkan permodalan koperasi dan pembagian simpanan-simpanan anggotanya.
4) Menetapkan pembayaran tagihan kepada kreditur dan ganti rugi kepada pihak ketiga serta menetapkan besarnya hak dan kewajiban kepada anggota koperasi yang tidak menghendaki menjadi anggota koperasi hasil peleburan, termasuk dalam hal ini penetapan tentang cara-cara penyelesaian kerugian dan kredit-kredit kepada pihak ketiga, kredit macet dan koperasi-koperasi yang akan melaksanakan peleburan.
5) Menetapkan tata cara pemilihan pengurus dan pengawas koperasi hasil peleburan.
6) Menetapkan status pengelola dan karyawan koperasi yang akan meleburkan diri.
7) Menetapkan rancangan Anggaran Dasar koperasi hasil peleburan/koperasi baru.

3.     Tahap Ketiga
a.      Dalam Rapat Anggota Peleburan Koperasi selanjutnya diputuskan:
1) Pengesahan rancangan perjanjian peleburan, yang akan disusun oleh Panitia Peleburan.
2)    Pengesahan rancangan Anggaran Dasar koperasi hasil peleburan, yang disusun oleh panitia peleburan.
3)    Pemberian kuasa kepada pengurus koperasi hasil peleburan untuk menandatangani rancangan perjanjian peleburan yang telah disetujui Rapat Anggota koperasi yang melaksanakan peleburan.
4)  Pengesahan keputusan pembayaran simpanan anggota koperasi yang melaksanakan peleburan meliputi:
a) Pembayaran kembali seluruh simpanan kepada anggota-anggota menyatakan tidak bersedia menjadi anggota koperasi hasil peleburan.
b) Tata cara penyelesaian tuntutan atau tagihan dari para kreditur yang berkeinginan menagih kembali sejumlah uang yang menjadi haknya.
c)   Tata cara penyelesaian tuntutan ganti rugi dan pihak-pihak yang bersangkutan.
5)    Pengesahan neraca awal koperasi hasil peleburan.
b.       Pelaksanaan penandatanganan surat perjanjian peleburan dilakukan oleh kuasa rapat anggota masing-masing koperasi yang melaksanakan peleburan.
c.     Para Pengurus Koperasi memberitahukan pelaksanaan pembayaran  simpanan kepada anggota dan kepada kreditur serta ganti rugi kepada pihak ketiga yang dirugikan.
d.     Pengalihan aktiva dan pasiva koperasi yang melaksanakan peleburan kepada koperasi baru dimuat dalam berita acara pengalihan aktiva dan pasiva peleburan koperasi.
e.     Pengalihan aktiva dan pasiva dimaksud dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah kewajiban kepada seluruh kreditur dan koperasi-koperasi yang bersangkutan diselesaikan. Jika seorang atau beberapa orang kreditur dari salah satu koperasi yang bersangkutan keberatan atas pengalihan aktiva dan pasiva tersebut, maka pengalihan tersebut ditangguhkan paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu) bulan kemudian.

4.       Tahap Keempat
a. Pengurus koperasi hasil peleburan menyampaikan permohonan pengesahan Akta Pendirian koperasi kepada pejabat Departemen Koperasi dan PPK sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Pejabat Departemen Koperasi dan PPK melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap berkas permohonan pengesahan Akte Pendirian koperasi hasil peleburan, meliputi:
1)    Isi Anggaran Dasar;
2)    Neraca koperasi hasil peleburan;
3)    Berita acara rapat peleburan dan surat perjanjian diantara koperasi-koperasi yang melaksanakan peleburan;
4)    Bukti pelunasan atas kewajiban-kewajiban yang telah dibayarkan kepada anggota dan pihak ketiga.
c. Pejabat Departemeri Koperasi dan PPK mengeluarkan Surat Keputusan pengesahan atau penolakan Akte Pendirian Koperasi hasil peleburan berdasarkan penelitian dan pemeriksaan atas berkas permohonan dimaksud sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d. Pengurus masing-masing koperasi yang melaksanakan peleburan segera menyelenggarakan rapat pembubaran koperasi setelah menerima Surat Keputusan Pengesahan Akta Pendirian Koperasi hasil peleburan/koperasi baru.
e. Surat Keputusan Pengesahan Akta Pendirian koperasi hasil peleburan (koperasi baru) dan Keputusan Pembubaran Koperasi yang melaksanakan peleburan diumumkan dalam Berita Negara RI sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan adanya peleburan, status badan hukum PT-PT yang meleburkan diri, berakhir demi hukum. Personalitas dan status badan hukumnya tidak ada lagi sejak terjadinya peleburan, sehingga aset- aset PT-PT yang melebur tersebut dalam hal ini yang terkait dengan tanah, beralih kepada PT Baru hasil peleburan.[28] Berdasarkan Kepmen Peleburan Koperasi, dalam peleburan beberapa Koperasi ke dalam suatu Koperasi Baru pengalihan aktiva dan pasiva koperasi melakukan peleburan ke dalam koperasi baru dimuat dalam berita acara pengalihan aktiva dan pasiva peleburan koperasi. Pengalihan aktiva dan pasiva dimaksud dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah kewajiban kepada seluruh kreditur dan koperasi-koperasi yang bersangkutan diselesaikan. Jika seorang atau beberapa orang kreditur dari salah satu koperasi yang bersangkutan keberatan atas pengalihan aktiva dan pasiva tersebut, maka pengalihan tersebut ditangguhkan paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu) bulan kemudian. Mengenai pengaturan peralihan hak karena peleburan perseroan diatur dalam dalam Peraturan Menteri Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Akibat Hukum dari Peleburan bagi PT Baru atau Koperasi Baru adalah Beralihnya Hak Tanggungan karena Hukum Mengikuti Peralihan Piutangnya. Telah disebutkan di atas bahwa dalam hal peleburan tanpa likuidasi badan-badan hukum yang melebur, aktiva dan pasiva dari badan-badan hukum yang melebur akan beralih demi hukum kepada badan hukum baru hasil peleburan. Ada kemungkinan bahwa terhadap aset-aset berupa tanah dan satuan rumah susun yang hak-haknya terdaftar atas nama PT-PT yang melebur atau koperasi-koperasi yang melebur, telah dipasang pembebanan atau Hak Tanggungan untuk menjamin utang  kreditur. Sebaliknya ada kemungkinan jika badan-badan hukum yang melebur tersebut merupakan lembaga keuangan ataupun lembaga lain yang diijinkan untuk memberikan pinjaman kepada debitur, di mana badan-badan hukum yang melebur tersebut mempunyai piutang kepada pihak-pihak lain yang dijamin Hak Tanggungan. Oleh karena piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan ikut beralih karena hukum dari PT-PT atau beberapa koperasi yang melebur tersebut kepada PT Baru atau koperasi Baru hasil peleburan, maka dengan demikian juga Hak Tanggungan yang bersangkutan ikut beralih karena hukum.[29]
Untuk Pajak, dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Berdasarkan Undang-undang tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan[30], perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang disebabkan oleh pemindahan hak karena peleburan usaha, merupakan objek pajak. Selanjutnya diatur pula bahwa dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), dalam hal peleburan usaha, NPOP adalah nilai pasar[31].

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP Pendaftaran Tanah”), pembuatan akta oleh PPAT yang berwenang, yang membuktikan peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, harus dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum itu. [32]
Pasal 43 ayat (1) PP Pendaftaran Tanah memasukkan perbuatan hukum peleburan perseroan atau koperasi (khususnya yang tidak didahului dengan likuidasi) ke dalam pemindahan hak karena tidak harus dibuktikan dengan akta PPAT. Peralihan hak atas tanah, Hak Pengelolaan atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun karena peleburan PT atau koperasi yang tidak didahului dengan likuidasi PT atau koperasi yang melebur, dapat didaftar berdasarkan akta yang membuktikan terjadinya penggabungan atau peleburan, setelah penggabungan atau peleburan tersebut disahkan oleh Pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peartuarn perundang-undangan yang berlaku.[33] Sedangkan peralihan hak karena peleburan yang didahului dengan likuidasi, didaftarkan berdasarkan pemindahan hak dalam rangka likuidasi, dengan dibuktikan oleh akta PPAT yang berwenang.[34]

Berdasarkan ketentuan tersebut, PPAT berperan dalam membuat akta pemindahan hak dalam hal peleburan PT atau koperasi yang didahului dengan likuidasi. Sedangkan dalam hal peleburan PT atau koperasi yang tidak didahului dengan likuidasi, di mana pemindahan hak tidak harus dibuktikan dengan akta PPAT, PPAT dapat membantu proses pendaftaran berubahnya nama pada sertipikat hak tanah atau satuan rumah susun yang beralih kepada PT baru atau Koperasi baru, ke Kantor Pertanahan yang berwenang.

Permohonan pendaftaran peralihan suatu hak atas tanah, hak milik satuan rumah susun, atau hak pengelolaan karena adanya peleburan perseroan atau koperasi yang dilakukan tidak dengan likuidasi diajukan oleh direksi PT Baru atau pengurus Koperasi Baru hasil peleburan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar perseroan atau koperasi tersebut dengan dilengkapi dokumen-dokumen untuk diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan, yaitu:[35]
1.      sertipikat hak atas tanah, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, atau hak pengelolaan, atau, dalam hal hak atas tanah yang belum terdaftar, bukti pemilikan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997;
2.       akta peleburan perseroan atau koperasi;
3.       pernyataan dari direksi perseroan atau pengurus koperasi hasil peleburan bahwa peleburan tersebut telah dilaksanakan tidak dengan likuidasi;
4.       anggaran dasar dari perseroan/koperasi hasil peleburan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
5.       anggaran dasar dari masing-masing perseroan/ koperasi yang melebur.

Sedangkan pemeliharaan data yuridis dilakukan dengan pencatatan pendaftaran peralihan dalam daftar-daftar pendaftaran tanah, sebagai berikut:[36]
(1)    Pencatatan peralihan hak dalam buku tanah, sertipikat dan daftar lainnya dilakukan sebagai berikut:
1.      nama pemegang hak lama di dalam buku tanah dicoret dengan tinta hitam dan dibubuhi paraf Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk;
2.      nama atau nama-nama pemegang hak yang baru dituliskan pada halaman dan kolom yang ada dalam buku tanahnya dengan dibubuhi tanggal pencatatan, dan besarnya bagian setiap pemegang hak dalam hal penerima hak beberapa orang dan besarnya bagian ditentukan, dan kemudian ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk dan cap dinas Kantor Pertanahan;
3.      yang tersebut pada angka 1 dan 2 juga dilakukan pada sertipikat hak yang bersangkutan dan daftar-daftar umum lain yang memuat nama pemegang hak lama;

4.      nomor hak dan identitas lain dari tanah yang dialihkan dicoret dari Daftar Nama pemegang hak lama dan nomor hak dan identitas tersebut dituliskan pada Daftar Nama penerima hak.
(2)  Apabila pemegang hak baru lebih dari 1 (satu) orang dan hak tersebut dimiliki bersama, maka untuk masing-masing pemegang hak dibuatkan Daftar Nama dan di bawah nomor hak atas tanahnya diberi garis dengan tinta hitam.
(3)  Apabila peralihan hak hanya mengenai sebagian dari sesuatu hak atas tanah sehingga hak atas tanah itu menjadi kepunyaan bersama pemegang hak lama dan pemegang hak baru, maka pendaftarannya dilakukan dengan menuliskan besarnya bagian pemegang hak lama di belakang namanya dan menuliskan nama pemegang hak yang baru beserta besarnya bagian yang diperolehnya dalam halaman perubahan yang disediakan.
(4) Sertipikat hak yang dialihkan diserahkan kepada pemegang hak baru atau kuasanya.
Peralihan Hak Atas Tanah, karena peleburan yang tidak didahului dengan likuidasi dapat didaftarkan berdasarkan akta yang membuktikan terjadinya peleburan, setelah disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan  peralihan hak atas tanah karena peleburan yang didahului oleh likuidasi, didaftar berdasarkan pemindahan hak dalam rangka likuidasi, yang dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang. 



BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1.     Pemasukan dalam perusahaan atau Inbreng terkait dengan perbuatan hukum yang berupa penyerahan hak atas tanah dari orang perorangan atau badan hukum yang dihitung sebagai modal/saham (pemasukan) ke dalam Perseroan.
Untuk penyetoran dalam bentuk benda tidak bergerak, peraturan perundang-undangan. mengatur bahwa inbreng tersebut harus dituangkan ke dalam Akta Pemasukan Ke Dalam Perusahaan (Inbreng). Perjanjian pemasukan (inbreng) yang dituangkan kedalam akta Inbreng yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut sudah memenuhi ketentuan pasal 1320 KUHPerdata sehingga perjanjian inbreng yang telah disepakati para pihak adalah sah dan mengikat, dan untuk mengadakan perjanjian inbreng dengan pihak lain, bank tidak memerlukan dari izin dari yang berwenang karena mengadakan perjanjian inbreng adalah kewenangan Direksi Perseroan sebagai organ Perseroan.
Tata Cara Pencatatan Akta Pemasukan dalam Perusahaan (Inbreng) yakni Pada dasarnya proses dan perlakukan pajak untuk peralihan hak atas tanah dengan cara Inbreng ini sama dengan peralihan hak atas tanah dengan mekanisme jual beli.
2.     Peralihan Hak atas Tanah Melalui Penggabungan atau Peleburan Perseroan atau Koperasi
a. Penggabungan
- Pengertian penggabungan yang dikemukakan pada pasal 1 angka 9 UUPT 2007 berbunyi: “Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
- Sedangkan Bab XII Undang-Undang nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian mengamanatkan kemungkinan koperasi melakukan penggabungan atau peleburan. Pasal 101 ayat 1 menyatakan bahwa: “untuk keperluan pengembangan dan/atau efisiensi satu koperasi atau lebih dapat menggabungkan diri dengan koperasi lain; atau beberapa koperasi dapat meleburkan diri untuk membentuk suatu koperasi baru”. Penggabungan dan/atau peleburan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang nomor 17 tahun 2012 di atas dengan kata lain adalah “merger dan/atau konsolidasi” antar koperasi. Secara definisi merger koperasi berarti ada beberapa koperasi menggabungkan diri dengan satu koperasi yang terkuat di antara mereka, sehingga nantinya berwujud menjadi satu koperasi yang terkuat tersebut.
- Di dalam Pasal 43 ayat 1 PP No. 24 Tahun 1997 menjelaskan bahwa perbuatan hukum penggabungan  atau peleburan perseroan atau koperasi  ke dalam pemindahan hak tidak harus dibuktikan dengan akta PPAT. Ditentukan secara tegas bahwa pemindahan hak atas tanah karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang tidak didahului dengan likuidasi perseroan atau koperasi yang bergabung atau melebur dapat didaftar berdasarkan akta yang membuktikan terjadinya penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang bersangkutan setelah penggabungan atau peleburan tersebut disahkan oleh Pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Dalam penjelasan Pasal tersebut dinyatakan bahwa beralihnya hak dalam penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang tidak didahului dengan likuidasi  terjadi  karena  hukum. Karena itu cukup ditunjukkan dengan akta yang membuktikan terjadinya  penggabungan/peleburan tersebut. 
b. Peleburan
Peleburan perusahaan sama halnya dengan penggabungan perusahaan merupakan pengembangan perusahaan yang sudah ada. Pengembangan dalam arti kualitas ini terjadi karena ada dua atau lebih perusahaan yang bergabung dan meleburkan diri membentuk perusahaan baru, sedangkan perusahaan yang lama bubar. Setelah proses peleburan, aktiva dan pasiva dari perusahaan yang dileburkan beralih menjadi aktiva dan pasiva perusahaan hasil peleburan. Dengan demikian, perbedaan prinsipil antara penggabungan dengan peleburan ada pada entitas hukum setelah proses penggabungan atau peleburan, jika dalam penggabungan entitas hukum yang dipertahankan adalah salah satu dari entitas hukum yang sebelum proses penggabungan telah ada, sedangkan pada peleburan entitas hukum yang ada sebelum proses peleburan tidak ada yang dipertahankan eksistensinya tetapi dibentuk entitas baru.
-       Pasal 43 ayat (1) PP Pendaftaran Tanah memasukkan perbuatan hukum peleburan perseroan atau koperasi (khususnya yang tidak didahului dengan likuidasi) ke dalam pemindahan hak karena tidak harus dibuktikan dengan akta PPAT. Peralihan hak atas tanah, Hak Pengelolaan atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun karena peleburan PT atau koperasi yang tidak didahului dengan likuidasi PT atau koperasi yang melebur, dapat didaftar berdasarkan akta yang membuktikan terjadinya penggabungan atau peleburan, setelah penggabungan atau peleburan tersebut disahkan oleh Pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peartuarn perundang-undangan yang berlaku.[37] Sedangkan peralihan hak karena peleburan yang didahului dengan likuidasi, didaftarkan berdasarkan pemindahan hak dalam rangka likuidasi, dengan dibuktikan oleh akta PPAT yang berwenang.[38]
-       Berdasarkan ketentuan tersebut, PPAT berperan dalam membuat akta pemindahan hak dalam hal peleburan PT atau koperasi yang didahului dengan likuidasi. Sedangkan dalam hal peleburan PT atau koperasi yang tidak didahului dengan likuidasi, di mana pemindahan hak tidak harus dibuktikan dengan akta PPAT, PPAT dapat membantu proses pendaftaran berubahnya nama pada sertipikat hak tanah atau satuan rumah susun yang beralih kepada PT baru atau Koperasi baru, ke Kantor Pertanahan yang berwenang.







[1] Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, PP No. 24, TLN No. 3696,Ps 1 butir 9.

[2] Ibid, Ps 1 butir 10.

[3] Ibid, Ps 1 butir 11.

[4] Ibid,Ps 12.
[5] Ibid, Ps 1 butir 12.

[6] Wibowo Tunardy, “Pelaksanaan Pendaftaran Tanah”, <http://www.jurnalhukum.com/pelaksanaan-pendaftaran-tanah>, diakses pada 13 November 2014, 21.00 WIB.
[7] Indonesia, op.cit., Ps 37 ayat (1).
[8] J. Satrio, S.H., Hukum Waris, Jakarta: Alumni, 1992,Hlm. 305.

[9] Benyamin Asri, S.H. dan Thabrani Asri, S.H., Dasar-Dasar Hukum Waris Barat: Suatu Pembahasan Teoritis dan Praktek, Bandung: Tarsito,1998, Hlm. 70.

[10] Oemarsalim, S.H., Dasar-dasar Hukum Waris di Indonesia,Jakarta:Bina Aksara, 1987,Hlm. 192.
[11]Pasal 98 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997, ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 .
[12]Lihat Pasal 34 ayat (1) dan (2) UU PT No. 40 Tahun 2007.

[13]Lihat Penjelasan Pasal 34 ayat (3) UU No. 40 Tahun 2007.
[14]www.bpn.go.id diunduh tanggal 15 April 2013.
[15] Tri Harnowo, https://www.academia.edu/6887892/MERGER_DAN_AKUSISI_Pengertian_Merger, di akses pada tanggal 11 november 2014
[16] M Yahya Harahap, SH. Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika jakarta, 2013. Hal 483
[17]Iswi Hariyani, R. Serfianto D.P. dan Cita Yustisia S., Merger, Konsolidasi, Akuisisi, &  Pemisahan Perusahaan, Cara Cerdas Mengembangkan & Memajukan Perusahaan, (Jakarta: Visimedia, 2011), hlm. 2.

[18] Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, PP No. 57 Tahun 2010, Ps. 1 ayat (2) dan ayat (6). 

[19]  Hariyani et. al., op. cit., hlm. 3.

[20] Ibid., hlm. 4.

[21] Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Djambatan, 2008), hlm. 521-522.
[22] Tri Budyono, Hukum Perusahaan (Salatiga : Griya Media, 2010), hlm. 211.

[23] Indonesia, Undang-undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, LN No. 106 tahun 2007, TLN No. 4756,  Ps. 124.
 
[24] Indonesia, Undang-Undang Perkoperasian, UU No. 25 Tahun 1992, LN No. 116 tahun 1992, TLN No. 3502. Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 28 Mei 2014  menyatakan Undang-Undang No.17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat., dan oleh karenanya Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian berlaku untuk sementara waktu sampai dengan terbentuk undang-undang yang baru. http://www.antaranews.com/berita/436287/mk-batalkan-undang-undang-tentang-perkoperasian, diunduh 11 November 2014

[25] Ibid., Ps. 14.

[26] Menteri Negara Koperasi, dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, Permen No. 19/PER/M.KUKM/XI/2008, Ps. 9.
[27] Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Republik Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Penggabungan dan Peleburan Koperasi, Kepmen No. 361/KEP/M/II/1998, Bagian B.  
[28] Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009).

[29]Boedi Harsono, Loc. Cit.

[30] Indonesia, Undang-Undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Undang-Undang Nomor 21 tahun 1997, LN nomor 44 tahun 1997, TLN Nomor 3688, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan  Ps. 2 ayat (2) huruf (a) angka (11).

[31] Ibid., Ps. 6 ayat (1) dan (2) huruf (l)

[32] Indonesia, Peraturan Pemerintah Pendaftaran Tanah, PP No. 24 Tahun 1997, Ps. 38

[33] Budi Harsono, opcit, hlm. 522.
[34] Indonesia, Peraturan Pemerintah Pendaftaran Tanah, PP No. 24 Tahun 1997, Ps. 43 ayat (2).

[35] Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional, Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Ketentuan Pelaksanaan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,  Permen Nomor 3 Tahun 1997, Ps. 113

[36] Ibid., Ps. 105
[37] Budi Harsono, opcit, hlm. 522.
[38] Indonesia, Peraturan Pemerintah Pendaftaran Tanah, PP No. 24 Tahun 1997, Ps. 43 ayat (2).